Ahad 24 Jul 2022 22:38 WIB

Pupuk Subsidi Hanya Urea dan NPK, Kementan Yakin Harga Pangan Tetap Stabil

Perubahan kebijakan pupuk subsidi diyakini tidak naikkan harga pangan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani memupuk tanaman padi di area persawahan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pemerintah mengubah kebijakan pupuk bersubsidi dari semula lima jenis menjadi hanya dua jenis pupuk yang disubsidi, yakni Urea dan NPK. Kementerian Pertanian (Kementan) meyakini, perubahan kebijakan itu tak akan menyebabkan kenaikan harga pangan, terutama komoditas pokok.
Foto: ANTARA/Arnas Padda
Petani memupuk tanaman padi di area persawahan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pemerintah mengubah kebijakan pupuk bersubsidi dari semula lima jenis menjadi hanya dua jenis pupuk yang disubsidi, yakni Urea dan NPK. Kementerian Pertanian (Kementan) meyakini, perubahan kebijakan itu tak akan menyebabkan kenaikan harga pangan, terutama komoditas pokok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengubah kebijakan pupuk bersubsidi dari semula lima jenis menjadi hanya dua jenis pupuk yang disubsidi, yakni Urea dan NPK. Kementerian Pertanian (Kementan) meyakini, perubahan kebijakan itu tak akan menyebabkan kenaikan harga pangan, terutama komoditas pokok.

"Kami yakin kebijakan tersebut tidak akan mempengaruhi harga pangan pokok," kata Direktur Pupuk dan Pestisida, Kementan, Muhammad Hatta, kepada Republika.co.id, Ahad (24/7/2022).

Hatta menuturkan, sejauh ini pihaknya belum mendapatkan laporan terkait dampak dari perubahan kebijakan itu. Terutama dampak yang membuat kenaikan harga-harga pangan pokok dari petani.

Sebaliknya, ia mengklaim, kebijakan itu justru mendapat dukungan dari kalangan petani, akademisi, hingga perguruan tinggi. Pasalnya, menurut Hatta, dengan hanya dua jenis pupuk bersubsidi, sasaran subsidi menjadi lebih fokus.

Selain itu, pemerintah juga mengurangi dari sekitar 70-an komoditas yang dapat menggunakan pupuk subsidi menjadi hanya sembilan. Di antaranya padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao.

Pemilihan kesembilan komoditas itu dinilai karena menjadi bahan pangan yang menyumbang inflasi pangan secara nasional. Hatta mengatakan, selama tiga bulan ke depan, pemerintah masih menerapkan masa transisi sebelumnya akhirnya akan diterapkan secara penuh mulai Oktober mendatang.

Pakar Pertanian dari Universitas Padjajaran, Ronnie Natawidjaja, menuturkan, penyempitan jenis dan sasaran komoditas yang mendapatkan pupuk subsidi secara umum akan jauh lebih baik dari sebelumnya. Sebab, sasaran subsidi yang terlalu luas tidak akan memberikan hasil signifikan bagi peningkatan produksi pangan dan kesejahteraan petani.

Hanya saja, Ronnie menggarisbawahi soal operasional penyaluran yang masih menjadi tanda tanya. "Bagaimana membedakan petani suatu komoditas dengan komoditas lainnya? Sebab terkadang petani itu tidak hanya menanam satu tanaman, implementasinya bagaimana?" katanya.

Selain itu, ia menilai pemerintah seperti belum menyentuh akar permasalahan pupuk subsidi. Salah satunya, terkait ketepatan penerima pupuk subsidi.

Ronnie mengatakan, manipulasi pupuk subsidi di lapagan masih sangat tinggi. Kerap kali, petani yang mendapatkan pupuk subsidi hanya merupakan  merupakan petani penggarap. Sementara, pemiliknya merupakan petani besar yang bisa memiliki lahan sawah lebih dari 10 hektare (ha). Adapun syarat penerima pupuk subsidi adalah mereka yang memiliki lahan maksimal 2 ha.

"Jadi masalah operasionalisasinya, yang saya amati di lapangan manipulasinya sangat-sangat tinggi," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement