Senin 25 Jul 2022 12:24 WIB

Pimpinan KPK Disebut Ngeles Soal tak Bisa Usut Kasus Lili Pintauli

KPK pernah memproses kasus AKP Suparman dan penyidik KPK Stefanus Robin.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Mantan wakil ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyampaikan pointers saat konferensi pers pengumuman dan penahanan tersangka di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Rabu (26/1/2022). KPK resmi menetapkan tiga tersangka dan melakukan penahanan terhadap dua tersangka yakni mantan Bupati Kabupaten Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa dan dari pihak swasta, Johny Rynhard Kasman terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji, gratifikasi dan TPPU terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku Tahun 2011-2016. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Mantan wakil ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyampaikan pointers saat konferensi pers pengumuman dan penahanan tersangka di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Rabu (26/1/2022). KPK resmi menetapkan tiga tersangka dan melakukan penahanan terhadap dua tersangka yakni mantan Bupati Kabupaten Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa dan dari pihak swasta, Johny Rynhard Kasman terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji, gratifikasi dan TPPU terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku Tahun 2011-2016. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menyayangkan pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata yang menyatakan tidak bisa memeriksa kasus Lili Pintauli Siregar. Alexander berdalih adanya konflik kepentingan jika KPK mengusut kasus Lili Piantuli Siregar.

"Ini lebih sebagai upaya ngeles dan penghindaran dari tugas tanggungjawabnya. Jangan sampai menurunkan derajat penegak hukum sebagai alat untuk memberikan keadilan dan biasanya respon begini dilakukan oleh karakter pihak yang gagal," kata Azmi dalam keterangan yang dikutip Republika.co.id pada Senin (25/7/2022).

Baca Juga

Azmi memandang saat ini KPK menjadi tawanan dalam dirinya sendiri. Sebab ia mengamati kualitas penegakan hukum semakin lemah di tengah ketidaktertiban yang dilakukan oleh unit organ KPK sendiri. Padahal KPK mestinya tidak menolerir penyimpangan yang dilakukan internalnya.

"KPK sekarang semakin jinak, budaya kerja ngeles, menghindari suatu tuntutan atau tanggungjawab yang seharusnya dipenuhi KPK yang membuat keadilan semakin terabaikan," ujar Azmi.

Azmi mengingatkan sebenarnya tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak memproses hukum Lili Pintauli. Sebab, KPK pernah memproses kasus AKP Suparman pada 2005 terkait pemerasan yang dilakukan penyidik KPK dan kasus penyidik KPK Stefanus Robin yang memeras wali kota Tanjung Balai.

"Saat itu KPK bisa memproses lanjut, tidak ngeles, malah kini membuat pernyataan yang kesannya simpang siur seperti dalam kasus komisioner Lili Pintauli," ucap Azmi.

Padahal Lili Pintauli sebagai salah satu pimpinan KPK ketika melakukan kejahatannya mestinya diganjar sanksi lebih berat jika mengacu UU 30/2002 tentang KPK. Dalam aturan itu ada penambahan sepertiga hukuman bagi pelaku korupsi yang berasal dari KPK.

"Upaya ngeles organ KPK, dan tidak ada standardisasi penanganan proses hukum insan KPK dalam kasus ini akan banyak dampak negatif yang ditimbulkan sekaligus menjadi sebuah tragedi," tegas Azmi.

Oleh karena itu, Azmi berharap insan KPK mengingat tujuan dan cita-cita UU KPK agar lebih berani memproses perilaku yang bertentangan dengan hukum, menggali fakta serta rekomendasi tindaklanjut penegakan hukum. Hal ini guna mengimbangi upaya penghindaran tanggungjawab yang dilakukan Lili sebagai komisioner KPK.

"Perbuatan yang dilakukan Lili pada saat ia menjabat sebagai komisioner KPK haruslah dipertanggungjawabkan secara hukum," tegas Azmi.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan langkah melakukan pidana terhadap eks petinggi KPK Lili Pintauli tak bisa dilimpahlan begitu saja kepada pimpinan KPK. Alex menjelaskan ketentuan di KPK terkait penerapan kode etik. Jika pimpinan terafiliasi dengan yang bersangkutan maka tak dapat langsung memidanakan pelaku.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement