REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka terkait kasus pengelolaan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT). Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomis Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menetapkan Ahyudin (A), mantan Presiden ACT, dan Ibnu Khadjar (IK), Presiden ACT, sebagai tersangka. Dua tersangka lainnya Heriyana Hermain (HH) dan N Imam Akbari (NIA).
“Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik meningkatkan status terhadap saksi-saksi sebagai tersangka. Yaitu, A, IK, HH, dan NIA,” kata Wakil Direktur (Wadir) Dirtipideksus, Komisaris Besar (Kombes) Helfi Assegaf, saat konfrensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, di Jakarta, Senin (25/7/2022).
Helfi menerangkan, penetapan tersangka terhadap keempat nama tersebut, terkait dengan dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk para korban kecelakaan pesawat terbang Lion Air JT-610 pada 2018. Penetapan empat tersangka tersebut setelah rangkaian pemeriksaan marathon.
Menengok catatan, pemeriksaan terhadap para tersangka sudah dilakukan lebih dari sembilan kali saat menjadi saksi. Dalam proses penyidikan, tim memeriksa sebanyak 26 orang saksi. Sebanyak 21 saksi terkait peristiwa dugaan pidana. Sedangkan lima saksi lainnya, kata Helfi, adalah para ahli.
Dari hasil penyidikan dan gelar perkara didapatkan sejumlah bukti-bukti peristiwa terkait tuduhan. Dikatakan Helfi, para tersangka melakukan penyelewenangan dana senilai Rp 34 miliar, dari total Rp 103 miliar uang kompensasi kecelakaan pemberian Boeing untuk para korban kecelakan JT-610 pada 2018 lalu.
Dana yang diselewengkan tersebut dikatakan untuk membayar gaji para pegawai dan pemimpin di ACT. “Dana yang diambil adalah sekitar (Rp) 34 miliar, untuk biaya gaji antara (Rp) 50 sampai 450 juta,” terang Helfi.
Dikatakan Helfi, dari penelusuran ditemukan dana-dana tersebut, didapat tersangka A senilai Rp 400 juta. Tersangka IK mendapatkan Rp 150 juta. Dan dua tersangka lainnya HH mendapatkan Rp 50 juta dan tersangka NIA menikmati Rp 100 juta.
Sedangkan penyelewenangan lainnya, diketahui untuk kebutuhan pribadi para tersangka. “Bahwa keempat tersangka, sebagai pendiri, pengurus, dan mantan pengurus melakukan penyimpangan dana dari donasi yang dikumpulkan dan CSR dari Boeing,” kata Helfi.
Atas sangkaan tersebut, kepolisian menjerat para pelaku dengan Pasal 372 KUH Pidana juncto Pasal 45 A ayat (1) juncto, Pasal 28 ayat (1) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Atau pasal 70 ayat (1), dan ayat (2), juncto Pasal 5 UU 28/2004 tentang Yayasan, dan Pasal 3, Pasal 4, serta Pasal 5 UU 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).