REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memotivasi para pelajar di Kabupaten Banjarnegara dan daerahnya lainnya untuk menjadi agen tanggap bencana di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. "Kami dorong aktivitas seperti pendidikan kebencanaan untuk pelajar ini dilakukan lagi, kami ajak mereka untuk peduli, kemudian mereka bisa melakukan sesuatu dan bisa menjadi agen untuk membantu menjelaskan tentang mitigasi bencana," kata Ganjar pada kegiatan Gubernur Mengajar di SMK Negeri 1 Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Senin (25/7/2022).
Orang nomor satu di Jateng itu juga mengajak para pelajar menciptakan alat atau aplikasi peringatan dini bencana khusus bagi penyandang disabilitas. Ganjar menjelaskan, Kabupaten Banjarnegara dipilih sebagai lokasi pendidikan kebencanaan pelajar karena termasuk salah satu daerah yang cukup rawan bencana seperti bencana tanah longsor, tanah bergerak, hingga gas beracun.
Menurut dia, pendidikan kebencanaan diberikan agar nanti para pelajar memiliki bekal ketika membantu mitigasi bencana atau menjelaskan kepada keluarga dan tetangganya.
"Sebelum jadi agen tanggap bencana mereka sendiri mesti dilatih dulu sehingga kalau program kami dari BPBD, PMI, ada juga Tagana, ada SAR termasuk TNI-Polri bisa masuk ke sekolah untuk latihan, pengenalan peralatan, mitigasi dan sebagainya, akan bisa bantu mencegah," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Pendidikan kebencanaan pelajar, kata Ganjar, akan terus didorong mengingat situasi dan kondisi dunia yang berubah, terlebih adanya perubahan iklim yang mengarah pada kondisi bencana.
"Global climate change ini kan banyak sekali yang mengarah pada kondisi dan situasi bencana, maka kalau mereka kita edukasi, nanti akan bisa melakukan sesuatu," katanya.
Dalam kesempatan itu, Ganjar juga menjelaskan kepada para pelajar beberapa langkah yang sudah dilakukan dalam hal mitigasi bencana diantaranya mengenai ilmu titen yang sudah berkembang di masyarakat sejak zaman dulu dan Program Jogo Tonggo yang dapat dikonversi untuk menangani kebencanaan.
"Ilmu titen itu lebih kepada kearifan lokal. Sebenarnya nenek moyang kita dulu sudah punya sistem peringatan dini terkait bencana yang akan terjadi. Masyarakat bisa mempraktikkan itu berdasarkan pengalaman masa lalu," ujarnya.