DKP DIY Sebut Produksi Ikan Tangkap di DIY Meningkat
Red: Muhammad Fakhruddin
DKP DIY Sebut Produksi Ikan Tangkap di DIY Meningkat (ilustrasi). | Foto: ANTARA/Arnas Padda
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan produksi ikan tangkap para nelayan di provinsi ini terus meningkat meski gelombang tinggi sempat terjadi di pesisir selatan Yogyakarta.
"Memang untuk produksi ikan di DIY dari triwulan satu ke ke triwulan dua tetap meningkat," kata Kepala Bidang Perikanan DKP DIY Catur Nur Amin saat ditemui di Yogyakarta, Senin (25/7/2022).
Catur mengatakan capaian produksi ikan tangkap pada triwulan I tahun 2022 mencapai 1.945, 49 ton, melebihi target yang ditetapkan sebanyak 1.766 ton. Demikian juga triwulan II, tercapai 1.151,21 atau mencapai 108,71 persen dari target yang ditetapkan. "Target produksi ikan tangkap kita sudah tercapai 100 persen lebih," ujar dia.
Jenis ikan yang banyak ditangkap oleh para nelayan di perairan DIY, kata Catur, adalah jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, serta tongkol, dan ikan pelagis kecil seperti teri, layang, serta kembung. Berbagai jenis ikan lain, termasuk ikan demersal atau jenis ikan yang hidup di dasar laut juga tidak luput dari tangkapan para nelayan. "Yang paling dominan memang pelagis besar," kata dia.
Menurut Catur, gelombang tinggi akibat gangguan cuaca di perairan selatan tidak terlalu memengaruhi produksi ikan tangkap di DIY karena para nelayan dapat mengetahui kapan waktu yang aman untuk berlayar. Selain mendapatkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, menurut dia, sebagian besar nelayan di DIY telah memanfaatkan beragam aplikasi pendeteksi tinggi gelombang laut melalui telepon pintar.
"Kapan ada gelombang besar seminggu sebelumnya mereka sudah tahu, juga dari BMKG ada grup (WhatsApp) yang dibuat khusus untuk menyampaikan kondisi gelombang," kata Catur.
BMKG menyebut gelombang tinggi di selatan DIY pada pertengahan Juli 2022 disebabkan pola tekanan udara tinggi di sebelah barat daya Australia dan pola tekanan rendah di barat daya Sumatera. Selain itu, Monsun Australia juga menguat sehingga angin timuran lebih dominan dan berdampak merusak bangunan seperti yang terjadi di pesisir pantai di Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Bantul.