MUI DIY akan Kaji Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman dari Perspektif Islam
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Logo MUI | Foto:
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Komisi Seni Budaya Islam Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY akan menggelar Workshop Seni Budaya Islam: Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman DIY dalam Perspektif Islam. Kegiatan ini akan diselenggarakan pada Rabu (27/7/2022) besok pada pukul 08.00-16.00 WIB.
Lokakarya terbuka untuk umum dan akan berlangsung di Aula Islamic Centre Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Kegiatan akan diisi berbagai narasumber lintas bidang demi sajikan beragam perspektif tentang Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman.
Beberapa narasumber di antaranya adalah Penghageng KHPKM Kraton Ngayogyakarta, KPH Noto Nagoro, Ketua MUI DIY, Prof Machasin, Anggota DPD RI, Hilmy Muhammad, Ketua Kerabat Pakualaman, KPH Kusumo Prasastho, Ketua Paniradya Kaistimewan, Aris Eko Nugroho, dan KH Muhammad Jazir.
Ketua Komisi Seni dan Budaya Islam MUI, KH Muhammad Jazir mengatakan, agenda ini memang dimaksudkan untuk mengenalkan kembali secara luas kepada publik tentang Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman, terutama dalam sudut pandang Islam.
Nantinya, kata Jazir, tentu saja akan dibahas pula suksesi dari Sultan Kraton Ngayogyakarta yang tidak memiliki anak laki-laki dan hal-hal terkait itu. Ia merasa, pembahasan ini sangat penting karena Yogyakarta sedang masa transisi.
"Dan itu cukup menjadi problematika, padahal suksesi dari Kraton Ngayogyakarta berkaitan pula suksesi kepala daerah karena sultan otomatis jadi kepada daerah, itu akan menjadi persoalan rakyat," kata Jazir kepada Republika, Senin (25/7/2022).
Untuk itu, ia menekankan, Komisi Seni Budaya Islam MUI DIY mencoba mengangkat perspektif Islam untuk mengkaji itu. Termasuk, tentang pemihakan rakyat kalau nantinya terdapat suksesi menggunakan pula pendekatan budaya maupun sejarah.
Melalui Workshop Seni Budaya Islam tersebut, Jazir berharap, masyarakat Ngayogyakarta secara luas mendapatkan panduan yang tepat dalam melihat Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman. Sehingga, lahir fungsi pengawasan.
"Sehingga, kita bisa mengawal apakah ada penyimpangan, apakah ada perubahan," ujar Jazir.
Terlebih, ia melihat, selama ini publik luas tidak memiliki pengetahuan yang mendalam terkait Kasultanan maupun Kadipaten Pakualaman. Termasuk, terkait pergantian-pergantian raja yang sangat sensitif tapi sangat minim pembahasan.