Selasa 26 Jul 2022 18:55 WIB

MK Tegaskan Presidential Threshold Bersifat Open Legal Policy

Arief sebut, perubahan ambang batas dari 20 persen jadi 7-9 persen tak ditentukan MK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Ketua majelis hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, ambang batas presiden atau presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Ilustrasi. Ketua majelis hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, ambang batas presiden atau presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua majelis hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, ambang batas presiden atau presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy. Artinya, kebijakan mengenai ketentuan presidential threshold 20 persen dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

Dia menjelaskan, perubahan ambang batas dari 20 persen menjadi 7-9 persen tidak ditentukan oleh  Mahkamah Konstitusi (MK), melainkan kepentingan partai politik yang memiliki wakil di legislatif. Dia melanjutkan, ambang batas tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan ketika proses pembahasan di DPR atau legislative review

Baca Juga

Karena itu, putusan MK terkait gugatan serupa akan selalu merujuk pada putusan-putusan sebelumnya. “Bangunan teorinya kalo open legal policy bukan kewenangan mahkamah. Mahkamah sudah mengatakan presidential threshold itu konstitusional, angkanya open legal, terserah pembentuk undang-undang," katanya pada sidang perdana uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Selasa (26/7/2022). 

Karena itu, MK menangguhkan sidang dan memberikan kesempatan kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selaku pemohon untuk memperbaiki berkas gugatan yang diajukan. MK menilai tuntutan yang dilayangkan partai berlogo padi dan kapas itu masih memiliki kekurangan.

Hakim MK meminta pemohon untuk membangun argumentasi yang kuat dalam gugatannya itu. Hakim meminta pemohon untuk memberikan revisi permohonannya paling lambat 8 Agustus mendatang. 

Arief mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada waktu tersebut dengan agenda perbaikan permohonan. "Sekali lagi, kami serahkan ke pemohon apakah akan memperbaiki atau tidak. Ini pandangan kami setelah menerima berbagai permohonan menyangkut UU 222 tentang pemilu," kata dia.

Sebelumnya, PKS beralasan bahwa gugatan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait presidential threshold 20 persen dilakukan untuk meredam polarisasi. Mereka mengatakan, langkah itu dilakukan guna memulihkan keharmonisan bangsa dan keutuhan NKRI yang terpecah belah akibat dua pemilihan presiden (pilpres) terakhir.

"Dengan diajukannya permohonan ini, kami berusaha untuk membuka peluang banyak anak bangsa yang potensial untuk berkompetisi dalam pemilihan presiden (pilpres), sehingga rakyat ditawarkan banyak calon alternatif, yang tidak hanya itu-itu saja," kata Presiden PKS, Ahmad Syaikhu. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement