REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto telah menyiapkan sejumlah strategi untuk melawan mafia tanah. Strategi itu diyakini bakal sukses sepanjang tak ada pejabat yang 'masuk angin' alias bermain mata dengan para mafia.
Hadi menjelaskan, langkah yang dilakukan untuk melawan mafia tanah adalah bekerja sama dengan tiga instansi utama di daerah. Ketiganya adalah, pemerintah daerah, aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan Polri, dan badan peradilan.
Hadi menyebut, kerja sama antara ATR/BPN dan tiga pihak tersebut sebagai kolaborasi 4 pilar. Kolaborasi ini penting lantaran ATR/BPN tak akan bisa menyelesaikan perkara mafia tanah secara mandiri.
"Jadi 4 pilar itu harus bekerja sama. Kita harus bekerja sama untuk melawan mafia tanah," ungkap Hadi saat konferensi pers terkait Rakernas Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Selasa (26/7).
Hadi pun mengingatkan, agar jangan ada instansi di 4 pilar ini yang "masuk angin". Jika ada satu saja instansi yang bermain mata dengan para mafia, maka upaya penindakan mafia tanah akan sulit dilakukan. "Oleh sebab itu, 4 pilar ini tidak boleh ada yang masuk angin," kata Hadi.
Di internal ATR/BPN sendiri, Hadi juga menyiapkan, langkah pencegahan mafia tanah. Pihaknya hanya akan memproses pengajuan sertifikat tanah apabila sudah ada girik-nya dari pemerintah desa dan laporan dari notaris.
"Setelah ada dari desa dan notaris, baru BPN bisa bekerja. Demikian yang akan terus kita lakukan dalam rangka melawan mafia tanah," ujar Hadi.
Dengan dibuatnya strategi menghadapi mafia tanah ini, Hadi meminta masyarakat untuk tak takut lagi melaporkan aksi mafia tanah. Dia memastikan laporan yang masuk akan diproses, sepanjang masih kewenangan BPN.
Dalam kesempatan tersebut, Hadi juga mengungkapkan sejumlah modus mafia tanah yang telah diketahui pihaknya. Dua di antaranya adalah modus mengambil tanah kosong lalu dibuatkan sertifikatnya oleh oknum BKN; dan modus mengubah data pemilik maupun data luas tanah dalam sertifikat tanah.