REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyoroti soal angka pengangguran di Indonesia yang mencapai 8,4 juta orang. Menurutnya, angka pengangguran sebesar itu terjadi karena pandemi Covid-19 dan disrupsi teknologi.
"Pandemi menjadi salah satu faktor yang mendisrupsi dan mendistorsi pasar kerja. Selain itu, kita juga menghadapi disrupsi besar dari revolusi industri 4.0 yang mengubah dunia pasar kerja secara keseluruhan," kata Ida dalam acara Rakornas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja yang disiarkan secara daring, Rabu (27/7/2022).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2022, tercacat ada 144 juta orang yang masuk kategori angkatan kerja di Indonesia. Sebanyak 135,6 juta orang di antaranya sudah bekerja. Sedangkan 8,4 juta orang lainnya masih menganggur.
Angka pengangguran mencapai 8,4 juta itu lebih tinggi dibanding Februari 2020 alias masa pra-pandemi yang berjumlah 6,92 juta orang. Kendati demikian, angka pengangguran Februari 2022 terhitung turun sekitar 350 ribu orang jika dibandingkan Februari 2021.
Menurut Ida, data BPS itu menunjukkan adanya perbaikan kondisi ekonomi sektor tenaga kerja, meski belum sepenuhnya bisa menyamai situasi sebelum pandemi. Untuk bisa kembali ke angka sebelum wabah, pemerintah harus bisa menghadapi berbagai tantangan baru.
Tantangannya bukan hanya disrupsi teknologi akibat revolusi industri 4.0, tapi juga situasi pasca-pandemi dan ketidakpastian ekonomi global. "Kondisi pasca-pandemi dan kondisi ekonomi global harus menjadi kewaspadaan kita, karena dampaknya sudah dirasakan di berbagai negara, termasuk Indonesia," kata Ida.
Menurut Ida, untuk mengatasi berbagai tantangan baru itu, pihaknya sudah memiliki strategi, kebijakan 9 Lompatan Kemenaker. Beberapa di antaranya adalah Lompatan itu adalah reformasi birokrasi, transformasi balai latihan kerja, transformasi program perluasan kesempatan kerja, perluasan pasar kerja luar negeri, link and match ketenagakerjaan, dan pengembangan talenta muda.
Ida mengapresiasi anak buahnya di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (disingkat Ditjen Binapenta & PKK) yang telah melakukan transformasi unit layanan siap kerja dan anjungan siap kerja. Dia berharap agar transformasi serupa juga dilakukan di seluruh daerah provinsi, kabupaten/kota, di Balai Latihan Kerja, hingga di lembaga pelatihan swasta.
"Kita ingin meningkatkan standar minimum penempatan pelayanan seluruh Indonesia," ujar politisi PKB itu.