Rabu 27 Jul 2022 19:55 WIB

Amnesty Sebut Taliban Hancurkan Kehidupan Perempuan Afghanistan

Kehidupan perempuan dan anak perempuan di Afghanistan telah dihancurkan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Anak-anak perempuan berjalan ke atas saat mereka memasuki sekolah sebelum kelas di Kabul, Afghanistan, Ahad (12/9).
Foto: AP/Felipe Dana
Anak-anak perempuan berjalan ke atas saat mereka memasuki sekolah sebelum kelas di Kabul, Afghanistan, Ahad (12/9).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengatakan, kehidupan perempuan dan anak perempuan di Afghanistan telah dihancurkan oleh kebijakan diskriminatif Taliban. Sejak merebut kembali kekuasaan di Afghanistan pada Agustus tahun lalu, Taliban memang belum menepati janjinya tentang pemenuhan hak-hak dasar bagi kaum perempuan di negara tersebut.

Dalam laporannya yang dirilis Rabu (27/7), Amnesty menyoroti tentang kebijakan Taliban melarang anak perempuan di Afghanistan bersekolah mulai dari kelas tujuh. Pembatasan akses terhadap perempuan untuk bekerja dan aturan pemakaian burka turut disorot.

Baca Juga

Dalam laporan tersebut, Amnesty pun menuding Taliban menghancurkan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Taliban disebut turut berkontribusi pada lonjakan pernikahan anak di Afghanistan. Laporan Amnesty juga mendokumentasikan penyiksaan dan pelecehan terhadap wanita yang ditangkap oleh Taliban karena memprotes kebijakan-kebijakan pembatasan itu.

“Secara keseluruhan, kebijakan-kebijakan ini membentuk sistem represi yang mendiskriminasi perempuan dan anak perempuan di hampir setiap aspek kehidupan mereka. Tindakan keras yang menyesakkan terhadap populasi wanita Afghanistan ini meningkat dari hari ke hari,” kata Amnesty dalam laporannya.

Terkait peningkatan pernikahan anak, Amnesty mengungkapkan, hal itu dipengaruhi oleh krisis ekonomi dan kemanusiaan yang tengah melanda Afghanistan. Kurangnya prospek pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan serta anak perempuan turut berperan dalam melonjaknya pernikahan anak.

Namun menurut Amnesty, mereka pun menemukan adanya perempuan dan anak perempuan yang dipaksa menikah dengan anggota Taliban. Tekanan kepada mereka muncul dari Taliban atau keluarganya sendiri. Laporan Amnesty dibuat oleh para peneliti mereka saat mengunjungi Afghanistan pada Maret lalu. Mereka mewawancarai 90 perempuan dan 11 anak perempuan dengan rentang usia antara 14-74 tahun di seluruh Afghanistan.

Dengan penemuannya tersebut, Amnesty meminta masyarakat internasional mengambil tindakan untuk melindungi perempuan dan anak perempuan Afghanistan. “Kurang dari satu tahun setelah Taliban mengambil alih Afghanistan, kebijakan kejam mereka merampas hak jutaan perempuan dan anak perempuan untuk menjalani kehidupan yang aman, bebas, dan memuaskan,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard.

“Jika komunitas internasional gagal bertindak, itu akan menelantarkan perempuan dan anak perempuan di Afghanistan, serta merusak hak asasi manusia di mana pun,” tambah Callamard.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement