REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril mengungkapkan gejala khas yang bisa terlihat jika seseorang terinfeksi monkeypox atau cacar monyet. Syahril mengatakan, masa inkubasi monkeypox berlangsung lima hingga 13 hari atau lima hingga 21 hari dengan dua periode.
Pertama, masa inkubasi (nol sampai lima hari) memiliki gejala demam tinggi diikuti dengan sefalgia berat (nyeri kepala), limfadenopati, myalgia (nyeri otot), dan astenia (kekurangan energi). Kedua, masa erupsi (satu hingga tiga hari) hari pascademam terjadi ruam pada kulit.
Ruam 95 persen berada di wajah, telapak tangan, dan kaki 75 persen. Mukosa 20 persen, alat kelamin 30 persen, selaput lendir mata 20 persen.
"Kalau ditanya gejala yang khas dari cacar monyet ini ada demam tinggi di atas 38 derajat Celsius. Lalu merasakan sakit kepala yang berat. Juga ada limfadenopati yaitu benjolan di leher, ketiak, ataupun di selangkangan," kata dr Syahril saat hadir dalam update penyakit monkeypox yang digelar Kementerian Kesehatan secara daring, Rabu (27/7/2022).
Syahril memastikan, hingga kini kasus monkeypox di Indonesia masih belum ada. Namun, sebelumnya ada sembilan kasus dugaan yang kemudian dilakukan tes dan hasilnya negatif monkeypox.
"Situasi di Indonesia Alhamdulillah dari pertama kali ada Inggris diumumkan itu sampai dengan hari ini, kita belum ada kasus-kasus. Cuma kemarin itu ada sembilan kasus yang kami suspek tapi ternyata hasilnya negatif, tidak ditemukan," ujarnya.
Pada Selasa (26/7/2022) Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, vaksin cacar masih efektif memberikan perlindungan terhadap penerima manfaat dari risiko penularan penyakit cacar monyet atau monkeypox.
"Monkeypox masih satu genus dengan cacar yang dulu yang Smallpox. Jadi saya bilang ke para ahli, kalau kita pernah divaksin cacar pada tahun 1970-an atau kelahiran seperti saya, yang lansia-lansia itu imunitasnya ada dan (vaksin) cacar itu beda dengan Covid-19 yang turun setiap enam bulan," kata Budi.
Menurut Budi, vaksin cacar memiliki kemampuan melindungi penerima manfaat seumur hidup. "Jadi, antibodinya ada seumur hidup. Buat yang sudah divaksinasi cacar maka relatif terlindungi, kemudian dari perawatannya sudah ada antivirusnya juga," kata dia.
Budi mengatakan, vaksin cacar menjadi salah satu dari tiga upaya Kementerian Kesehatan dalam mengendalikan penyakit monkeypox yang berpotensi mewabah di dunia. Metode pengendalian penyakit yang kini menjangkiti 16 ribu pasien di 75 negara itu diterapkan di Indonesia melalui penegakan disiplin protokol kesehatan, pemanfaatan alat polymerase chain reaction (PCR) hingga pengadaan obat-obatan.
"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan sama, dengan menjaga prokes, surveilans dijaga, kalau bisa vaksinasi disiapkan dan pengobatannya," ujarnya.
Saat ini, Kemenkes sudah menyediakan 500 unit Reagen PCR monkeypox untuk kebutuhan surveilans di seluruh pintu masuk Indonesia, seperti bandara dan pelabuhan. Kemenkes juga sedang berupaya mendatangkan tambahan lebih banyak lagi Reagen PCR secara impor untuk disebar ke seluruh provinsi di Indonesia pada bulan ini.
"Sekarang kami sedang dalam proses untuk mendatangkan obat-obat itu untuk datang ke Indonesia," ujarnya.
Budi mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan terhadap risiko penularan monkeypox di dalam negeri. Pasalnya, monkeypox relatif lebih mudah dideteksi petugas kesehatan secara kasat mata melalui gejala yang timbul di permukaan kulit, seperti bintik kecil berisi cairan di tangan maupun wajah, perubahan warna kulit menjadi kemerahan, hingga pembengkakan di area selangkangan.
"Biar tidak khawatir, ini baru akan menular sesudah ada gejala, berbeda dengan Covid-19 yang bisa menular sebelum ada gejala. Sedangkan cacar monyet gejala dulu di fisik, baru menular dan harus kontak fisik cairannya," ujarnya.