REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, S Bowo Pribadi
Percobaan pembunuhan Rina Wulandari, istri anggota TNI di Semarang, bermula dari curahan hati (curhat) sang suami, Kopda Muslimin, kepada anggota komplotan pembunuh bayaran yang akhirnya disewa jasanya. Muslimin mengaku tidak tahan hidup bersama istrinya.
"Ketemu Bang Mus (Kopda Muslimin) di rumahnya. Cerita keadaan keluarga, tidak kuat dikekang istrinya," kata AS alias Gondrong, salah seorang tersangka penembakan di Mapolrestabes Semarang, Rabu (27/7/2022).
Kepada Gondrong Muslimin meminta agar istrinya dihabisi. Gondrong mengaku sempat mengusulkan agar istri Kopda Muslimin diracun dengan bunga kecubung sebagai bentuk memberi pelajaran. Saat itu Muslimin juga meminta dicarikan senjata api ke Gondrong.
Muslimin pun menjanjikan upah kepada Gondrong jika bersedia menerima pekerjaan membunuh istrinya. Upah yang diberikan Muslimin kepada mereka sebesar Rp 120 juta. "Dijanjikan Rp 200 juta ditambah sebuah mobil kalau berhasil (membunuh korban)," katanya.
Sementara itu, tersangka lain, S alias Babi (34 tahun), mengatakan Muslimin terus memberi panduan kepada pembunuh bayaran untuk menghabisi istrinya itu sejak awal hingga pelaksanaan eksekusi. S adalah eksekutor penembakan saat dikonfirmasi keterangan dengan rekaman CCTV di lokasi kejadian di Mapolrestabes Semarang.
"Ditelepon untuk menunggu di ujung gang oleh Bang Muslimin," katanya.
Menurut dia, Muslimin juga memberi kabar melalui telepon bahwa istrinya sudah keluar rumah untuk menjemput sekolah anaknya. Ia menuturkan, eksekusi penembakan seharusnya saat Rina Wulandari keluar rumah untuk menjemput anaknya di sekolah.
Namun, dia mengaku sempat kehilangan jejak korban hingga akhirnya penembakan saat pulang kembali ke rumah. "Skenarionya ditembak sebelum berangkat jemput ke sekolah, waktu tidak ada anaknya," katanya.
Ia menambahkan, Muslimin berpesan agar menembak di bagian kepala dan jangan sampai kena anaknya. Panduan Muslimin, lanjut dia, juga disampaikan agar tembakan kedua kalinya karena tembakan pertama belum berhasil.
"Sempat dimarahi, disuruh tembak lagi. Kemudian balik lagi untuk tembak yang kedua kali," katanya.
S mengaku sudah cukup lama mengenal Muslimin. "Istri saya ikut kerja dengan Bang Muslimin," tambahnya.
Polisi menyebut uang Rp 120 juta yang digunakan Muslimin untuk mengupah pembunuh bayaran yang ditugaskan menghabisi istrinya diduga berasal dari mertuanya yang seharusnya digunakan untuk biaya pengobatan. "Jadi salah satu pegawai di rumah Kopda Muslimin ini ditelepon untuk meminta uang kepada ibu mertuanya guna biaya rumah sakit," kata Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar di Semarang, Rabu.
Pegawai yang bertugas merawat burung peliharaan Muslimin tersebut, kata dia, mengaku diperintahkan untuk mengambil uang Rp 120 juta dari ibu mertua Muslimin dengan alasan untuk biaya rumah sakit. Muslimin, lanjut dia, kemudian memerintahkan lagi untuk meminta tambahan Rp 90 juta dengan alasan biaya rumah sakit masih kurang.
"Ternyata Rp 120 juta itu diberikan kepada para pelaku penembakan. Sedangkan, Rp 90 juta digunakan untuk melarikan diri," katanya.
Saat ini, lanjut dia, Tim Gabungan TNI dan Polri masih berusaha mengejar Kopda Muslimin untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Polisi meringkus empat anggota kelompok pembunuh bayaran yang ditugaskan menghabisi Rina Wulandari, istri anggota TNI di Semarang, pada 18 Juli 2022. Keempat pelaku tersebut masing-masing S alias Babi yang merupakan eksekutor penembakan, P bertugas sebagai pengendara sepeda motor Kawasaki Ninja, kemudian S dan AS alias Gondrong berperan sebagai pengawas saat aksi penembakan dilakukan.
Upaya untuk menemukan Muslimin belum diambil alih oleh Kodam IV/Diponegoro. Perburuan terhadap oknum anggota Batalyon Arhanud 15/DBY ini masih dilakukan tim gabungan Kodam IV/Diponegoro dan Polda Jawa Tengah yang dibentuk untuk mengungkap kasus ini.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Irjen Pol Iqbal Alqudusy, mengonfirmasi hal tersebut kemarin. “Saya jelaskan, upaya untuk menemukan keberadaan yang bersangkutan masih dilakukan oleh tim gabungan Polda Jawa Tengah bersama dengan Kodam IV/Diponegoro,” jelasnya kepada wartawan.
Saat ditanya apakah Kopda Muslimin masih berada di Jawa Tengah atau sudah ‘lari’ ke luar daerah, ia menegaskan informasi tersebut merupakan teknis yang belum dapat diungkapkannya secara lebih detil. Yang pasti langkah-langkah untuk menemukannya terus diupayakan.
“Kita masih berharap yang bersangkutan(Kopda Muslimin) mau dan bersedia menyerahkan diri kepada tim gabungan, sehingga pengungkapan kasus ini akan semakin terang benderang,” tambah Iqbal.
Selain mencari keberadaan Kopda Muslimin, lanjutnya, tim gabungan TNI/Polri juga masih melakukan pendalaman terhadap asal usul senjata api yang digunakan oleh eksekutor (pelaku penembakan). “Termasuk dari mana senjata api yang dijual kepada pelaku tersebut didapatkan juga masih terus ditelusuri dan akan Diungkap oleh tim gabungan,” katanya.