REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Upaya Jepang untuk mendapatkan pengakuan Warisan Dunia UNESCO untuk bekas tambang emas yang menjadi kunci industrialisasi negara akan tertunda karena persyaratannya tidak mencukupi. Upaya untuk memasukkan tambang Pulau Sado ke daftar UNESCO menuai protes dari Korea Selatan (Korsel).
Protes ini telah menambah gesekan diplomatik kedua negara atas penjajahan Jepang di Semenanjung Korea dan tindakannya dalam Perang Dunia II. Tambang yang terletak di Jepang utara itu beroperasi selama hampir 400 tahun. Tambang tersebut pernah menjadi produsen emas terbesar di dunia sebelum ditutup pada 1989.
Korea Selatan menentang pendaftaran tambang itu. Korea Selatan menilai masuknya tambang Pulau Sado dalam daftar UNESCO sangat tidak pantas karena penyalahgunaan masa perang oleh Jepang terhadap pekerja Korea. Seoul mengatakan orang Korea yang dibawa ke Jepang selama penjajahan 1910-1945 di Semenanjung Korea dimasukkan ke kerja paksa di tambang tersebut.
Sejarawan mengatakan Jepang menggunakan ratusan ribu pekerja Korea, termasuk yang dibawa secara paksa dari Semenanjung Korea, untuk bekerja di tambang dan pabrik. Mereka bekerja di situs itu untuk menutupi kekurangan tenaga kerja karena sebagian besar pria usia kerja dikirim ke medan perang di seluruh Asia dan Pasifik.
Kota dan situs prefektur Niigata memuji tambang Pulau Sado karena pengembangan teknologi pertambangan sebelum dan sesudah industrialisasi. Namun disebutkan tentang penggunaan tenaga kerja Korea pada masa perang di area tambang tersebut.
Jepang mengajukan surat rekomendasi untuk menominasikan tambang itu ke UNESCO awal tahun ini. Jepang berharap tambang Pulau Sado akan masuk dalam daftar pada tahun depan. Menteri Kebudayaan Jepang Shinsuke Suematsu pada Kamis (28/7/2022) mengatakan pendaftaran tambang tersebut pada tahun depan akan sulit.
Menurut Suematsu, kantor UNESCO menyatakan persyaratan dan dokumen untuk pengajuan tambang Pulau Sado belum tercukupi. Dokumen akan diserahkan pada akhir September dan dokumen versi formal akan diserahkan pada 1 Februari tahun depan.
“Sangat disesalkan tetapi kami telah memutuskan untuk mengirimkan kembali dokumen-dokumen itu,” kata Suematsu.
Situs Jepang lainnya, Gunkajima atau Pulau Kapal Perang, mendapat pengakuan UNESCO pada 2015. Gunkanjima atau Pulau Kapal Perang di prefektur Nagasaki adalah bekas lokasi tambang batu bara yang penting bagi Revolusi Industri Meiji di Jepang. Korea Selatan memprotes situs tersebut menghilangkan penyebutan orang Korea yang bekerja keras di pulau itu. Hal ini memicu keputusan UNESCO yang mendesak Jepang untuk menyajikan sejarah yang lebih seimbang.
Hubungan antara Tokyo dan Seoul berada pada level terendah dalam beberapa tahun karena perselisihan yang berasal dari pelecehan seksual Jepang terhadap wanita Korea. Perselisihan itu termasuk soal penggunaan pekerja paksa sebelum dan selama Perang Dunia II.