Jumat 29 Jul 2022 08:05 WIB

Pengobatan Kanker Prostat dengan Terapi Hormon Bisa Tingkatkan Kematian

Studi tunjukan terapi hormon kanker prostat bisa tingkatkan kematian pasien.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Studi tunjukan terapi hormon kanker prostat bisa tingkatkan kematian pasien.
Foto: www.maxpixel.com
Studi tunjukan terapi hormon kanker prostat bisa tingkatkan kematian pasien.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terapi hormon adalah pilihan pengobatan umum untuk kanker prostat. Tetapi menurut studi baru, itu dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung, terutama pada pria yang lebih tua.

William Dahut, seorang peneliti kanker prostat dan kepala petugas ilmiah untuk American Cancer Society, mengatakan penelitian dari Lithuania memberikan lebih banyak bukti bahwa terapi hormonal memerlukan pemikiran yang cermat. Hal itu terutama jika pasien berusia di atas 70 tahun dan memiliki penyakit jantung.

Baca Juga

“Ada beberapa kasus laki-laki membutuhkan terapi hormonal,” kata Dahut, seperti dilansir dari laman unitedpressinternational, Jumat (29/7/2022).

Menurut Dahut, namun sering kali itu digunakan untuk pasien yang baru didiagnosis, menerima radiasi atau memiliki peningkatan PSA (antigen spesifik prostat) tanpa kanker yang dapat dilihat. Itu menjadi suatu kondisi yang disebut kekambuhan biokimia.

Dokter disebut harus mempertimbangkan apakah akan menggunakan terapi hormonal atau berapa lama menggunakannya berdasarkan kasus per kasus. Untuk penelitian ini, para peneliti menggunakan data dari registri kanker Lithuania untuk pasien berusia 40 hingga 79 tahun yang memiliki diagnosis kanker prostat antara 2012 dan 2016. 

Sekitar 3.800 pria menerima obat penurun hormon dan lebih dari 9.500 tidak mendapatkannya.  Dalam tindak lanjut kira-kira lima tahun kemudian, para peneliti melihat kematian secara keseluruhan akibat penyakit jantung dan strok. 

Peneliti menemukan peningkatan dua kali lipat dalam risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular pada pria yang menjalani terapi hormon. Ditemukan juga risiko kematian terkait penyakit jantung yang lebih tinggi dari tahun kedua dan seterusnya setelah diagnosis. 

Mereka yang berusia 70 hingga 79 tahun dan menjalani terapi hormon memiliki risiko hampir lima kali lipat lebih tinggi, menurut penelitian yang diterbitkan Selasa di jurnal The Aging Male. Saat melihat jenis penyakit tertentu, tim menemukan risiko kematian akibat strok 42 persen lebih tinggi dan risiko kematian penyakit jantung koroner 70 persen lebih tinggi pada pria yang menjalani terapi hormon.

"Kanker prostat biasanya didiagnosis pada pria yang lebih tua, di atas 65 tahun atau lebih dan banyak dari mereka telah didiagnosis dengan penyakit kardiovaskular," kata penulis utama Justinas Jonusas, dari National Cancer Institute di Vilnius, Lithuania, dalam sebuah jurnal. 

Hasilnya menyarankan dokter harus menyaring pasien kanker prostat yang lebih tua untuk penyakit jantung dan faktor risiko terkait. Agar proses pengobatan serius tidak memperburuk penyakit lain, mungkin tergantung pada pasien dan risiko spesifiknya.

Ada penelitian yang sedang berlangsung untuk dapat lebih membedakan pasien mana yang benar-benar membutuhkan terapi hormonal, menerima radiasi. Secara umum, dokter dan pasien perlu menilai potensi risiko dan manfaat. 

Terapi hormon disebut bukan satu-satunya pengobatan kanker yang dapat meningkatkan risiko kardiovaskular. Dr Katelyn Atkins, spesialis onkologi radiasi jantung di Cedars-Sinai Cancer Institute di Los Angeles menyebutkan semua terapi kanker dapat memiliki risiko pada sistem kardiovaskular dari langsung, seperti radiasi, secara tidak langsung dari terapi hormonal, tetapi juga imunoterapi, kemoterapi sitotoksik.

Baca juga : 5 Gaya Hidup Menjaga Kesehatan Hati

"Itu semua bekerja secara berbeda, tetapi dapat memiliki risiko yang tumpang tindih dan terpisah dan berbeda pada jantung dan seluruh sistem kardiovaskular kata dia.

Sementara itu, Dahut mengatakan komunitas medis membutuhkan alat untuk memprediksi dengan lebih baik siapa saja yang bisa menerima terapi hormonal untuk menyelamatkan nyawa. Jika ada penelitian untuk membedakan populasi tersebut, maka diskusi akan jadi lebih mudah bagi pasien dan dokter mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement