Sabtu 30 Jul 2022 13:50 WIB

Beberapa Negara Kaya Gagal Penuhi Janji Pendanaan Iklim

83,3 miliar dolar AS diberikan ke negara miskin pada 2022 untuk pendanaan iklim.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Perubahan iklim. Ilustrasi. Beberapa negara kaya gagal memenuhi janji pendanaan iklim sebanyak 100 miliar dolar AS per tahun kepada beberapa negara berkembang
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Perubahan iklim. Ilustrasi. Beberapa negara kaya gagal memenuhi janji pendanaan iklim sebanyak 100 miliar dolar AS per tahun kepada beberapa negara berkembang

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Beberapa negara kaya gagal memenuhi janji pendanaan iklim sebanyak 100 miliar dolar AS per tahun kepada beberapa negara berkembang guna membantu mereka mencapai tujuan iklim mereka. Hal itu menurut analisis Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, atau OECD.

Sebanyak 83,3 miliar dolar AS dalam pembiayaan iklim diberikan kepada berbagai negara miskin pada 2020. Jumlah tersebut meningkat 4 persen dari tahun sebelumnya, tetapi masih jauh dari tujuan yang diusulkan. 

Baca Juga

Rencana pembayaran yang didukung PBB pertama kali disetujui pada 2009. Tujuannya untuk membantu negara-negara miskin beradaptasi dengan dampak perubahan iklim dan mengurangi emisi.

Ikrar yang semula ditetapkan sebagai komitmen tahunan sejak awal hingga 2020, tidak pernah terpenuhi. “Kami tahu masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi kekurangan tersebut," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann seperti dilansir AP, Sabtu (30/7). Ia melanjutkan, siapa yang membayar untuk mengatasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim telah menjadi titik kunci antara negara kaya dan negara miskin sejak negosiasi iklim internasional dimulai 30 tahun lalu.

Harsen Nyambe, yang mengepalai divisi perubahan iklim dan lingkungan Uni Afrika, mengatakan kepada Associated Press, benua itu akan terus menekan negara-negara kaya demi memastikan kesepakatan senilai 100 miliar dolar AS per tahun bisa terpenuhi. Dia menambahkan, dana tersebut akan memberikan benua akses lebih baik ke teknologi yang dibutuhkan dan akan membantu transisi negara ke energi hijau dengan cara yang adil.

Hanya saja, yang lain percaya setelah beberapa dekade janji yang tidak terpenuhi, kecil kemungkinan negara-negara kaya akan mulai melangkah. “Mereka tidak punya uang. Mereka terlalu berkomitmen dengan isu-isu seperti krisis Ukraina dan itulah sebabnya mereka tidak dapat memenuhi janji mereka,” kata Godwell Nhamo, seorang profesor riset iklim di Universitas Afrika Selatan.

Ia menambahkan, Afrika harus bergerak dan mencari sumber pendanaan lain. Sebuah laporan yang dirilis oleh badan amal Inggris Oxfam pada 2020 memperingatkan, peningkatan pendanaan baru-baru ini datang dalam bentuk pinjaman, bukan hibah, dengan pinjaman terkait iklim meningkat dari 13,5 miliar dolar AS pada 2015 menjadi 24 miliar dolar AS pada 2018. 

Badan amal tersebut mengatakan pada saat itu, mencapai tujuan 100 miliar dolar AS dengan cara ini akan menjadi perhatian, bukan perayaan. Tidak jelas apakah peningkatan terbaru dari tahun ke tahun dalam pendanaan iklim datang dalam bentuk pinjaman atau hibah.

Dalam beberapa tahun terakhir, pembiayaan iklim telah membantu mendanai sektor energi dan transportasi yang lebih hijau bagi negara-negara miskin. Lalu langkah-langkah adaptasi untuk industri pertanian dan kehutanan yang terancam oleh degradasi lahan, menurut OECD.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement