Ahad 31 Jul 2022 16:45 WIB

Rusia Undang PBB dan Palang Merah Selidiki Kematian Tahanan Ukraina

Ukraina dan Rusia saling tuding atas serangan rudal yang tewaskan puluhan tahanan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
kraina dan Rusia saling tuding atas serangan rudal atau ledakan pada Jumat (29/7/2022) pagi yang telah menewaskan puluhan tahanan perang Ukraina di kota garis depan Olenivka di Donetsk timur.
Foto: wikipedia.org
kraina dan Rusia saling tuding atas serangan rudal atau ledakan pada Jumat (29/7/2022) pagi yang telah menewaskan puluhan tahanan perang Ukraina di kota garis depan Olenivka di Donetsk timur.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia pada Ahad (31/7/2022) mengundang pakar PBB dan Palang Merah untuk menyelidiki kematian puluhan tahanan Ukraina yang ditahan oleh separatis dukungan Moskow. Ukraina dan Rusia saling tuding atas serangan rudal atau ledakan pada Jumat (29/7/2022) pagi yang telah menewaskan puluhan tahanan perang Ukraina di kota garis depan Olenivka di Donetsk timur.  

"Rusia mengundang para ahli dari PBB dan Palang Merah untuk menyelidiki kematian itu, demi kepentingan melakukan penyelidikan yang objektif," kata pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.

Baca Juga

Kementerian Pertahanan Rusia telah menerbitkan daftar 50 tawanan perang Ukraina yang tewas, dan 73 lainnya terluka. Rusia mengatakan, serangan militer Ukraina tersebut menggunakan Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) buatan Amerika Serikat (AS).

Angkatan bersenjata Ukraina membantah bertanggung jawab atas serangan tersebut. Militer Ukraina mengatakan, artileri Rusia telah menargetkan penjara untuk menyembunyikan penganiayaan di lokasi tersebut. Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, mengatakan, Rusia telah melakukan kejahatan perang dan menyerukan kecaman internasional.  Wartawan Reuters mengkonfirmasi beberapa kematian di penjara, tetapi tidak dapat segera memverifikasi versi peristiwa yang berbeda.

PBB telah mengatakan siap mengirim ahli untuk menyelidiki jika mendapat persetujuan dari kedua belah pihak.  Komite Palang Merah Internasional mengatakan sedang mencari akses dan telah menawarkan untuk membantu mengevakuasi korban yang terluka.

Ukraina menuduh Rusia melakukan kekejaman terhadap warga sipil dan mengidentifikasi lebih dari 10 ribu kemungkinan kejahatan perang.  Rusia membantah menargetkan warga sipil dan kejahatan perang dalam invasi yang disebutnya sebagai "operasi militer khusus".  

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memerintahkan evakuasi wajib bagi orang-orang yang tinggal di wilayah Donetsk timur. Dalam pidato televisi pada Sabtu (30/7/2022) larut malam, Zelenskyy mengatakan, ratusan ribu orang yang masih berada di zona pertempuran di wilayah Donbas.

"Semakin banyak orang meninggalkan wilayah Donetsk sekarang, semakin sedikit orang yang akan dibunuh oleh tentara Rusia," kata Zelenskyy, seraya menambahkan bahwa penduduk yang dievakuasi akan diberikan kompensasi.

Zelenskyy mengatakan, ratusan ribu orang masih tinggal di daerah Donbas yang menjadi medan pertempuran dengan pasukan Rusia. "Banyak yang menolak pergi tapi tetap harus dilakukan. Jika Anda memiliki kesempatan, tolong bicara dengan mereka yang masih berada di zona pertempuran di Donbas. Tolong yakinkan mereka bahwa, mereka perlu untuk pergi sekarang," ujarnya.

Secara terpisah, media domestik Ukraina yang mengutip Wakil Perdana Menteri Iryna Vereshchuk mengatakan, evakuasi perlu dilakukan sebelum musim dingin dimulai karena pasokan gas alam di kawasan itu telah hancur. Ini bukan pertama kalinya pihak berwenang Ukraina meminta warga sipil untuk mengevakuasi daerah yang mereka kuasai di Donetsk. Mantan Duta Besar AS untuk Ukraina, John Herbst, mengatakan kepada Reuters, seruan evakuasi ini kemungkinan karena ekspektasi pertempuran yang lebih berat daripada kekurangan bahan bakar.  

"Saya tidak tahu mengapa Zelenskyy mengeluarkan seruan itu. Yang saya tahu adalah bahwa telah terjadi pertempuran sengit di Donetsk. Rusia merebut (tetangga) Luhansk (oblast) beberapa minggu yang lalu. Saya memperkirakan pertempuran sengit terjadi lebih lanjut di Donetsk," ujar Herbst.

Herbst mengatakan, dia tidak mengharapkan Rusia untuk merebut sisa wilayah Donetsk yang dikuasai Ukraina. Karena Rusia membutuhkan jalur logistik yang lebih panjang. Selain itu, Ukraina bisa menggunakan artileri jarak jauh dan sistem roket yang disediakan oleh Amerika Serikat dan negara lainnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement