REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan umat Islam bersama beberapa tokoh organisasi Islam di Jawa Barat (Jabar) memenuhi Stadion Indoor Jalak Harupat, Kabupaten Bandung pada Ahad (31/7/2022), dalam rangka menghadiri Tabligh Akbar 1 Muharram 1444 Hijriyah. Selain menghadiri tabligh akbar tahun Baru Islam, mereka juga melakukan deklarasi Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI) Jabar.
Di antara yang hadir ada Ketua Umum (Ketum) PP Syarikat Islam Prof Hamdan Zoelva, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar KH Badruzzaman Yunus, Ketua Majelis Syuro Persatuan Ummat Islam (PUI) Engkos Kosasih, Ketua Parmusi Jabar Hari Maksum, dan Sekjen PP Syarikat Islam Ferry Juliantono.
Ada pula Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) Jabar KH Atian Ali, Wakil Ketua Persatuan Islam (Persis) Jabar Muksinal Fikri, aktivis Islam Rizal Fadilah, dan sejumlah perwakilan tokoh lainnya.
Ketum PP Syarikat Islam Hamdan Zoelva mengingatkan agar bangsa Indonesia untuk tidak melupakan, bahkan mengkhianati jasa umat Islam. "Dan pentingnya umat Islam tetap membangun persatuan nasional," kata eks ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut di lokasi acara, Ahad.
Menurut Hamdan, pentingnya membangun kesadaran ummat Islam untuk menolak ajaran Islamofobia, yang cirinya menghujat ajaran Islam, menghina Nabi Muhammad dan ulama, serta membangun stereotip yang menggambarkan Islam identik dengan terorisme dan radikalisme.
Pihaknya pun menyerukan perlunya persatuan ummat dan nasional dalam menghadapi tantangan ke depan yang semakin berat. "Ini juga sebagai bentuk kesadaran untuk menindaklanjuti resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Anti-Islamfobia pada 15 Maret 2022 lalu," kata Hamdan.
Dalam kesempatan itu, turut dibacakan naskah deklarasi yang dipimpinan Presidium GNAI Ferry Juliantono. Isi deklarasi pertama, menindaklanjuti resolusi PBB untuk memerangi anti-Islamofobia di dunia dengan menjadikan tanggal 15 Maret sebagai Hari Anti-Islamofobia Dunia untuk diadakan di Indonesia.
Kedua, mengimbau pemerintah untuk menjadikan Islam bukan sebagai masalah bahkan lawan. Karena Islam dan umat sesungguhnya adalah potensi utama bagi kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Ketiga, menghentikan stigamatisasi Islam dan umat sebagai radikal, intoleran, antikebhinekaan dan sebagainya. Terakhir GNAI meminta pemerintah dan DPR untuk segera membuat Undang-Undang Anti-Islamofobia.