Ahad 31 Jul 2022 19:52 WIB

Pemimpin Ikhwanul Muslim Sebut tak Ingin Cari Kekuasaan di Mesir

Pemimpin Ikhwanul Muslim Sebut tak Ingin Cari Kekuasaan di Mesir

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
 Pemimpin Ikhwanul Muslim Sebut tak Ingin Cari Kekuasaan di Mesir. Foto:  Logo ikhwanul muslimin
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
Pemimpin Ikhwanul Muslim Sebut tak Ingin Cari Kekuasaan di Mesir. Foto: Logo ikhwanul muslimin

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO -- Ikhwanul Muslimin di Mesir mengumumkan mereka tidak mencari kekuasaan di negara Afrika utara itu. Penjabat pemimpin Ikhwanul Muslimin Ibrahim Munir menegaskan hal tersebut.

"Kami tidak akan mengobarkan perjuangan baru untuk kekuasaan di Mesir," kata dia seperti dilansir Asharq Al-Awsat, Ahad (31/7/2022).

Baca Juga

Dia membuat pengumuman saat cabang kelompok London dan Istanbul bersaing untuk mendapatkan kekuasaan. Cabang London telah membentuk dewan Syura sendiri untuk menggantikan dewan di Istanbul, yang menyebabkan perselisihan.

"Kami sepenuhnya menolak (kekerasan) dan kami menganggapnya di luar ideologi Ikhwanul Muslimin, tidak hanya penggunaan kekerasan dan senjata, tetapi untuk memperjuangkan kekuasaan di Mesir dalam bentuk apa pun," ucap Munir.

Munir juga menekankan, Ikhwanul Muslimin menolak perebutan kekuasaan bahkan antar partai politik melalui pemilu yang diselenggarakan oleh negara. Dia mengatakan hal tersebut benar-benar ditolak oleh mereka.

Namun ia mengakui ada perpecahan internal di dalam tubuh Ikhwanul Muslimin. "Pastinya kali ini lebih berat dari masa-masa sebelumnya dan cobaan-cobaan sebelumnya," ujarnya.

Munir mengambil alih jabatan sebagai penjabat pemimpin dua tahun lalu karena pemimpin umum Ikhwanul Muslimin telah dipenjara sejak kelompok itu kehilangan kekuasaan pada 2013 dan pengganti awalnya kemudian ditahan pada 2020. Munir mengakui bahwa Ikhwanul pernah mengalami perpecahan internal tentang bagaimana menanggapi krisis dan soal pemimpin baru yang akan dipilih ketika situasi stabil.

Pakar Mesir Ahmed Ban menilai Ikhwanul Muslimin selalu bergerak ketika sudah terlambat. Dia menjelaskan, pada 2011, Ikhwanul Muslimin menyerukan untuk berubah menjadi gerakan yang dapat memberikan dukungannya di belakang sebuah partai politik dan dengannya bergerak menuju reformasi politik di Mesir pada saat itu.

Namun para pemimpin Ikhwanul Muslimin telah mengarahkan pandangan mereka pada kekuasaan saat itu. Lalu mereka mengobarkan pertempuran politik, yang akhirnya sangat merugikan gerakan itu.

Mayoritas pemimpin Ikhwanul dipenjara di Mesir atas tuduhan kekerasan dan pembunuhan. Mereka didakwa setelah penggulingan Presiden Mohammed Morsi dari gerakan Ikhwanul Muslimin, pada Juli 2013, di tengah protes rakyat.

Kelompok itu segera dilarang di Mesir dan hukuman mati serta seumur hidup terhadap para pemimpin puncaknya segera menyusul. Ikhwanul Muslimin juga telah dikeluarkan dari dialog nasional yang diserukan oleh Presiden Abdul Fattah al-Sisi awal tahun ini. Karena masa lalunya yang penuh kekerasan.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement