REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mencoba mengembangkan komoditas substitusi untuk menjaga ketahanan pangan serta mengurangi ketergantungan impor bahan pangan.
"Berbagai masalah geopolitik memang membawa sejumlah dampak sekunder bagi sektor pangan, seperti kenaikan harga tepung dan produk olahannya," ujar Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung Kusnardi.
Ia mengatakan, gejolak global tersebut yang mengganggu rantai pasokan impor seharusnya menjadi salah satu peluang bagi daerah untuk mengembangkan komoditas substitusi yang ada. "Di sini ada jagung, ada ubi kayu ini akan dikembangkan di kemudian hari agar diversifikasi pangan bisa terbentuk, dan ketergantungan atas bahan pangan impor bisa berkurang," tambahnya.
Oleh karena itu, langkah pertama yang bisa dilakukan ialah dengan mengembangkan Industri Kecil Menengah (IKM) dan kelompok wanita tani untuk mengolah ubi kayu, jagung, atau komoditas lain yang dihasilkan di Lampung menjadi produk turunan. "Pertama akan dikembangkan ialah produksi mocaf (tepung olahan singkong) dahulu, masalah harga yang fluktuatif sekarang untuk tepung dari gandum harus dijadikan momentum kemandirian pangan lokal. Nanti juga akan dikembangkan IKM,sebab mocaf, tepung jagung lebih enak dari pada gandum," ucap dia.
Hal serupa juga dikatakan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, Elvira Umihanni.yang menginginkan adanya pelatihan kepada IKM untuk mengembangkan produk tepung olahan singkong. "Kami berupaya meningkatkan keterampilan industri kecil menengah (IKM) mengolah ubi kayu menjadi mocaf melalui sejumlah pelatihan," kata Elvira.
Pelatihan tersebut, lanjut dia, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan IKM dalam mengolah ubi kayu menjadi mocaf. "Lampung ini banyak sekali produksi ubi kayunya, jadi kita coba tingkatkan kemampuan IKM terutama wirausaha baru untuk mengolah ubi kayu jadi mocaf. Tapi selain mocaf juga akan diolah berbagai komoditas lain seperti jagung atau yang lainnya," ucap dia.