Senin 01 Aug 2022 06:10 WIB

Asosiasi Hotel Bali Bahas Kondisi Usai Penerbangan Internasional Buka

Asosiasi berharap lebih banyak lagi penerbangan menuju Bali, termasuk domestik.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja membersihkan kamar di sebuah hotel di Sanur, Denpasar, Bali (ilustrasi). Ratusan general manager hotel yang tergabung dalam Bali Hotels Association (BHA) menggelar diskusi meja bundar untuk membahas kondisi tingkat hunian atau okupansi hotel setelah penerbangan internasional dibuka.
Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Pekerja membersihkan kamar di sebuah hotel di Sanur, Denpasar, Bali (ilustrasi). Ratusan general manager hotel yang tergabung dalam Bali Hotels Association (BHA) menggelar diskusi meja bundar untuk membahas kondisi tingkat hunian atau okupansi hotel setelah penerbangan internasional dibuka.

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Ratusan general manager hotel yang tergabung dalam Bali Hotels Association (BHA) menggelar diskusi meja bundar untuk membahas kondisi tingkat hunian atau okupansi hotel setelah penerbangan internasional dibuka.

"Kami masih harus survive (bertahan). Jadi kalau kita bicara data, penerbangan internasional itu sampai akhir tahun ini hanya akan mencapai 12 persen dari saat 2019," kata Ketua Bali Hotels Association Fransiska Handoko di Badung, Bali.

Baca Juga

Saat ini salah satu organisasi yang mewadahi hotel-hotel di Bali itu masih berharap lebih banyak lagi penerbangan menuju Bali, tak hanya internasional namun mereka berharap besar pula pada sektor domestik. "Domestik kita tahu kalau mereka datang saat liburan jadi tergantung musim. Sedangkan internasional masih terus ke arah membaik kedatangannya, jadi kalau bisa keduanya membaik," ujar Fransiska kepada media.

Dari hasil diskusi BHA yang diikuti para general manager dari 154 hotel yang tergabung, saat ini yang menjadi kendala paling utama selain membutuhkan lebih banyak tamu adalah soal pengeluaran yang membendung. "Saya rasa kami belum mendapat keuntungan karena pengeluaran dan pemasukan belum berimbang. Pengeluarannya naik dengan harga bensin dan LPG naik, otomatis transportasi yang membawa beras atau segala macam kan juga naik pengeluarannya," kata Ketua BHA Fransiska.

Ini yang disebut-sebut sebagai alasan hotel hingga saat ini belum dapat mencari keuntungan.

Dalam laman resmi Bali Hotels Association, Fransiska Handoko mengatakan, pihaknya secara berkala memperbaharui informasi guna menyesuaikan dengan aturan di Pulau Dewata maupun Indonesia. Salah satunya regulasi perjalanan yang kerap berganti yang menjadi tantangan bagi pelaku industri pariwisata.

"Seperti yang sekarang, tamu internasional yang datang ke bali mengikuti aturan soal vaksin satu atau dua, tapi ketika mereka datang ke sini untuk berkeliling domestik, maka mereka sekarang harus tahu kalau wajib mengikuti regulasi domestik seperti vaksinasi," kata Fransiska.

Selain itu Country Manager for Indonesia Cross Hotels& Resorts, Evan Burns bahkan menyebut saat ini hotel belum dapat memasang harga normal. Evan menyebut regulasi pemerintah Indonesia seperti mendukung layanan Visa On Arrival (VoA) yang terus bertambah memberi keuntungan bagi pihaknya.

Namun, Evan masih terus berharap kebijakan tersebut meluas. Salah satunya perluasan bebas visa di luar negara Asean.

Kemudahan dan insentif bagi maskapai juga menjadi topik hangat, sekaligus harapan para pejabat hotel agar kenaikan harga seperti listrik ditunda untuk Bali.

Selain membahas bagaimana pelaku bisnis perhotelan di Bali mengadaptasi strategi pasar terhadap wisatawan selama pandemi ketika minimnya wisatawan internasional, mereka juga membahas strategi dalam menyambut kembali wisatawan khususnya internasional.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement