Senin 01 Aug 2022 13:50 WIB

BPS: Tingginya Inflasi Pangan Berisiko Besar Tingkatkan Kemiskinan

Kontribusi harga makanan mencapai 74 persen dalam garis kemiskinan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nur Aini
Pedagang melayani pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (1/8/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juli 2022 secara tahunan (year on year / yoy) sebesar 4,94 persen yaitu inflasi tertinggi sejak Oktober 2015 yang disebabkan oleh peningkatan harga sejumlah komoditas terutama cabai merah, bawang merah, dan cabai rawit.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Pedagang melayani pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (1/8/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juli 2022 secara tahunan (year on year / yoy) sebesar 4,94 persen yaitu inflasi tertinggi sejak Oktober 2015 yang disebabkan oleh peningkatan harga sejumlah komoditas terutama cabai merah, bawang merah, dan cabai rawit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahunan kembali meningkat menjadi 4,94 persen. Lonjakan inflasi dipicu utamanya oleh kenaikan harga pangan dalam negeri yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. BPS mengingatkan, tingginya inflasi akibat lonjakan harga pangan berisiko besar terhadap peningkatan kemiskinan.

"Dengan kenaikan harga atau inflasi yang tinggi, khususnya kelompok makanan, pasti ada potensi besar kepada angka kemiskinan," kata Kepala BPS, Margo Yuwono, dalam konferensi pers, Senin (1/8/2022).

Baca Juga

Dalam rilis terakhir angka kemiskinan bulan Maret 2022, BPS mencatat, peran harga makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Tercatat, kontribusi harga makanan mencapai 74 persen dalam garis kemiskinan.

Garis kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang harus dipenuhi penduduk untuk bisa mendapatkan standar hidup mencukupi di suatu negara. Pada Maret 2022, garis kemiskinan sebesar Rp 505.469 per kapita per bulan.

Margo menjelaskan, ketika harga pangan kian tinggi, akan memberikan dampak pada kenaikan garis kemiskinan. "Jika pendapatan tidak naik, akan menyebabkan kemiskinan semakin bertambah, jadi pengaruhnya cukup tinggi," kata Margo.

Selain pangan, peran pemerintah melalui kebijakan energi juga berperan penting. Kenaikan harga energi dunia yang terjadi bisa diredam oleh pemerintah dengan instrumen subsidi. Sebab, jika harga energi dilepas dengan harga keekonomian kepada masyarakat, akan memberikan dampak yang luas.

Kendati demikian, pada Maret lalu BPS mencatat angka kemiskinan mengalami penurunan ke level 9,71 persen atau 26,5 juta jiwa. Kemiskinan di perdesaan sebesar 12,29 persen lebih tinggi dari di perkotaan sebesar 7,5 persen.

Di tengah tren kenaikan inflasi dan potensi terhadap angka kemiskinan, Margo pun menilai, sejauh ini inflasi masih relatif terjaga. Pasalnya, laju inflasi masih cukup terkendali. Secara bulanan pada bulan Juli, inflasi inti sebesar 0,18 persen adapun secara bulanan hanya 2,86 persen.

"Inflasi inti yang menggambarkan fundamental ekonomi masih stabil," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement