REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala organisasi energi atom Iran Mohammad Eslami menyatakan pada Senin (1/8/2022), negara itu memiliki kemampuan teknis untuk memproduksi bom atom tetapi tidak berniat melakukannya. Eslami mengulangi komentar yang dibuat oleh penasihat senior Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei Kamal Kharrazi pada Juli lalu.
Pernyataan Kharrazi merupakan pertunjukan yang memperlihatkan Iran mungkin memiliki kepentingan dalam senjata nuklir. Meski berkali-kali pemerintah telah menyangkal program nuklir yang dimiliki untuk persenjatan.
Iran sudah memperkaya uranium hingga 60 persen kemurnian fisil, jauh di atas batas 3,67 persen yang ditetapkan di bawah kesepakatan nuklir 2015. Uranium yang diperkaya hingga 90 persen cocok untuk bom nuklir.
Pada tahun 2018, mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump keluar dari pakta yang dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action. Padahal pakta tersebut mengekang pekerjaan Iran dalam pengayaan uraniumnya, dengan imbalan bantuan dari sanksi ekonomi internasional.
Iran telah menanggapi proposal diplomat tinggi Uni Eropa Josep Borrell yang bertujuan untuk menyelamatkan perjanjian nuklir itu. Menurut negosiator nuklir Iran pada Ahad (31/7/2022), mereka mencari kesimpulan cepat untuk menjalankan kembali negosiasi yang terus menghadapi hambatan.