REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim khusus (Timsus) Polri melakukan pemeriksaan terhadap petugas Smart Co Lab dan sopir Irjen Polisi Ferdy Sambo terkait penyidikan kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Senin (1/8/2022).
Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Polisi Andi Rian Djajadi menyebutkan, petugas Smart Co Lab yang diperiksa adalah yang melakukan tes PCR terhadap Irjen Polisi Ferdy Sambo saat hari kejadian.
"Pemeriksaan di Bareskrim Polri, petugas Smart Co Lab yang melakukan PCR dan sopir IJP FS saat hari kejadian," kata Andi.
Sebelumnya, berdasarkan keterangan polisi pada insiden baku tembak terjadi Irjen Ferdy Sambo tidak berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) karena melakukan tes PCR.
Tes PCR dilaksanakan di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo, berjarak sekitar 100 meter dari TKP yang merupakan rumah singgah. Menurut keterangan polisi, tes PCR dilakukan karena Irjen Ferdy Sambo selesai pulang perjalanan dari Magelang menuju Jakarta.
Pemeriksaan saksi tersebut, kata Andi, dimulai hari ini, hingga berita ini ditayangkan pemeriksaan masih berlangsung. "(Pemeriksaan di) Bareskrim, sementara berlangsung," ucap Andi.
Di hari yang sama timsus melakukan pendalaman uji balistik di TKP Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kegiatan ini terpantau sejak pukul 10.00 WIB, dan baru dirilis keterangan pukul 15.30 WIB.
Pendalaman uji balistik melibatkan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), Kedokteran Forensik, Inafis, penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.
"Pendalaman uji balistik di TKP hari ini untuk mengetahui sudut tembakan, jarak tembakan, sebaran pengenaan tembakan, ini di dalam terus oleh Labfor, forensik dan balistik," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di tempat kejadian perkara.
Baku tembak terjadi antara Brigadir J dan Bharada E di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Dalam kasus tersebut Bharada E dilaporkan menggunakan senjata api jenis Glock 17 dan Brigadir J jenis HS 16.
Bharada E dilaporkan menembakkan lima peluru tersisa 12 peluru, sedangkan Brigadir J memuntahkan tujuh peluru tersisa sembilan peluru di senjata apinya. Kasus ini menyisakan kejanggalan, karena Brigadir J tewas dengan tujuh luka tembak.
Selain itu, ada luka-luka lain diduga akibat penganiayaan. Kemudian adanya upaya melarang pihak keluarga membuka peti jenazah, adanya peretasan ponsel pihak keluar Brigadir J, serta pernyataan Polri yang terlambat dari peristiwa.