Selasa 02 Aug 2022 03:30 WIB

Kemenkeu: Sosialisasi dan Edukasi Pajak Masih Perlu Dimaksimalkan

Sosialisasi dan edukasi lebih sulit karena Indonesia menerapkan desentralisasi fiskal

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Petugas pajak melayani warga wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Senin (25/7/2022). Pemerintah menyebut sosialisasi dan edukasi pajak yang tepat sasaran masih perlu dimaksimalkan. Hal ini bertujuan untuk mengakselerasi perekonomian Indonesia.
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas pajak melayani warga wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Senin (25/7/2022). Pemerintah menyebut sosialisasi dan edukasi pajak yang tepat sasaran masih perlu dimaksimalkan. Hal ini bertujuan untuk mengakselerasi perekonomian Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah menyebut sosialisasi dan edukasi pajak yang tepat sasaran masih perlu dimaksimalkan. Hal ini bertujuan untuk mengakselerasi perekonomian Indonesia.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan pendapatan pajak sepanjang semester I 2022 sebesar Rp 868,3 triliun atau tumbuh 55,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga

"Kalau membicarakan pajak, apalagi aturan pajak, orang-orang seringkali merasa alergi duluan. Tapi kalau bicara manfaat pajak, orang lebih tertarik karena mereka menyadari uangnya digunakan dengan baik," kata Yustinus saat webinar, Senin (1/7/2022).

Menurutnya sosialisasi dan edukasi menjadi lebih sulit karena Indonesia menerapkan desentralisasi fiskal, sehingga tidak semua pajak dipungut oleh pemerintah pusat. 

"Tidak mudah juga untuk mengajak lembaga-lembaga ini sepenuhnya akuntabel. Jadi masyarakat sering komplain terkait pajak kendaraan bermotor ke DJP (Direktorat Jenderal Pajak), padahal ini bagian dari otoritas pemerintah," ucapnya.

Ke depan pemerintah akan mendorong peningkatan program-program yang dapat membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam pembayaran dan pengawasan pajak, termasuk yang dibuat oleh pemerintah daerah.

 

"Front line kita, pemerintah daerah dan kementerian teknis, yang membelanjakan uang pajak sehari-hari akan didorong lebih proaktif," ucap Yustinus.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (Indikator) Burhanuddin Muhtadi menambahkan tingkat kepercayaan masyarakat paling besar kepada otoritas pajak. Hal ini terlihat pada pernyataan bahwa pajak merupakan bentuk dari prinsip gotong royong.

"Ini masukan untuk DJP (Direktorat Jenderal Pajak) kalau ingin meningkatkan kepercayaan publik kepada kinerja otoritas pajak, otoritas perlu terus mensosialisasikan bahwa pajak merupakan bagian dari prinsip gotong royong," ucap Burhanuddin.

Survei yang dilakukan dengan metode Random Digit Dialing (RDD) terhadap 1.246 responden tersebut menunjukkan sebanyak 43 persen dari total responden mempercayai bahwa pajak merupakan bentuk dari prinsip gotong royong. Hanya saja, menurut dia, otoritas pajak masih memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan kepercayaan publik terkait penggunaan uang pajak.

Berdasarkan survei yang sama, sebanyak 32 persen responden kurang mempercayai uang pajak telah digunakan dengan sebaik-baiknya pembangunan dan kepentingan rakyat.

"Lebih banyak responden yang kurang mempercayai pernyataan ini, ketimbang responden yang percaya, yang hanya 27 persen," kata Burhanuddin.

Ke depan, DJP Kementerian Keuangan juga perlu lebih banyak mengkomunikasikan ke publik bahwa tidak ada lagi karyawan DJP yang melakukan penyalahgunaan penggunaan pajak.

"Itu prestasi yang harus disampaikan kepada publik, kalau tidak, kepatuhan pembayaran pajak bisa berkurang. Tapi ini kerja kolosal yang membutuhkan sinergi banyak pihak terutama kalangan legislatif," ucap dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement