REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur PUSAKO Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) sebenarnya bukanlah persoalan memperkuat pertahanan, tetapi lebih pada penguasaan sumber daya alam.
"Ini ada niatan atau kepentingan-kepentingan tertentu yang terselip,” kata Feri, dalam diskusi Telaah Kritis UU No. 23 Tahun 2019 tentang PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum-HAM, dan Keamanan” di Padang, Senin (1/8/202), seperti pers rilis yang diterima Republika.co.id. Kegiatan ini merupakan erjasama PUSAKO UNAND, IMPARSIAL dan PBHI.
Hal ini, lanjut dia, dapat dilihat dari banyaknya klausul dalam UU ini yang tidak detail. Hal ini membuat UU PSDN ini sangat terbuka terhadap berbagai potensi penyalahgunaan.
Ia mengaku prihatin dengan langkah DPR dan pemerintah yang menutup-nutupi pembahasan sejumlah UU, yang menurut mereka perlu untuk segera dijalankan, di antaranya UU PSDN ini. Seharusnya DPR mengajak masyarakat sipil bicara dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan.
Direktur LBH Padang, Indira Suryani yang juga menilai di tengah masih sering terjadinya konflik SDA antara pemerintah, termasuk TNI dengan masyarakat, UU PSDN ini justru memberi ruang pengambil alihan tanah rakyat atas nama pertahanan negara.
Hal ini tentu akan membuat situasi konflik agraria di Indonesia semakin kisruh. UU PSDN ini mungkin bermaksud ingin membuat masyarakat patuh, tetapi kepatuhan publik didorong dengan ketakutan, bukan dengan kesadaran kritis.
Peneliti Imparsial, Husein Ahmad, menilai UU PSDN ini hanya dibuat dalam waktu 72 hari, di tengah demonstrasi besar-besaran di depan DPR terkait sejumlah regulasi yang tengah dibahas di DPR pada akhir tahun 2019 itu. Menurutnya, DPR sengaja memanfaatkan kelengahan masyarakat sipil untuk mengesahkan UU PSDN.
"Akhirnya, koalisi masyarakat sipil melakukan judicial review ke MK, yang pada bulan Februari 2022 memasuki tahap akhir pemeriksaan namun koalisi belum tahu kapan pengujian UU ini bakal diputus oleh MK,"jelasnya.
Ruang lingkup Komcad sendiri lanjut Husein Ahmad melebihi dari ruang lingkup penugasan yang diberikan kepada TNI,yaitu untuk menghadapi ancaman militer, non-militer, dan ancaman hiybrida. Seperti menghadapi ancaman komunisme, separatisme.