Senin 01 Aug 2022 23:51 WIB

Sambut Tahun Politik, Sejumlah Pemuda Diskusikan Ambang Batas Presidensial

Ambang batas pencalonan presiden saat ini menuai ragam kritik.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Ilustrasi pilpres 2024
Foto: Infografis Republika.co.id
Ilustrasi pilpres 2024

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA --  Sejumlah anak muda mengadakan diskusi di Satu Atap Coworking Space, Surabaya, Jawa Timur bertema Pemuda Di Antara Pemilu dan Politik Identitas. Pertemuan ini mendiskusikan ambang batas pencalonan presiden 20 persen sebagai hal yang penting. Ketentuan tersebut menurut mereka secara sistemik berdampak pada polarisasi, penyalahgunaan politik identitas, dan regenerasi kepemimpinan nasional di Indonesia termasuk keharmonisan masyarakat pasca penyelenggaraan pemilu.

"Politik identitas secara historis memang sudah ada bersama perjuangan kemerdekaan Indonesia, namun saat ini justru disalahgunakan untuk melanggengkan kekuasaan dan generasi muda rentan menjadi korban objek kepentingan politik pragmatis yang ternyata salah satu sebabnya banyak partai politik hanya mampu mengekor pada pemilihan presiden yang lebih menarik bagi pemilih yang sayangnya pendekatan you with us or aginst us seperti cebong-kampret masih terasa hingga sekarang akibat dua pilpres terakhir hanya terbatas dua paslon saja," ujar salah satu nara sumber diskusi, Koordinator Kaukus Pemuda Surabaya H.M.I. el Hakim, dilansir pada Senin (1/8/2022).

Baca Juga

photo
Diskusi bertema Pemuda Di Antara Pemilu dan Politik Identitas di Satu Atap Coworking Space, Surabaya, Jawa Timur. - (Dok. Web)

Sosok yang akrab disapa Cak Hakim ini mengatakan, banyak yang patut diapresiasi dengan segala upaya baik dari tokoh, civil society maupun partai politik untuk menurunkan ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakilnya. Dengan demikian, kata dia, dampak dua pilpres sebelumnya, bisa membuka banyak alternatif bagi parpol agar konstituennya dapat mengusung dan menyeleksi pemimpin yang benar-benar best of the best.

"Partisipasi dan aspirasi politik bagi generasi muda seperti ini menunjukkan pentingnya regulasi setingkat peraturan daerah yang memfasilitasi pemuda untuk berdialektika yang hal ini disayangkan belum diakomodasi dengan pengesahan perda kepemudaan baik di Jawa Timur termasuk kota Surabaya dan hal tersebut harus terus didorong untuk segera disahkan," kata peneliti dan pengajar hukum ketatanegaraan, yang merupakan alumni Universitas Airlangga ini.

Advokat muda yang turut menggugat UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu ini juga mengatakan, Pemilu 2024 merupakan momentum yang tepat bagi masyarakat terlebih generasi muda untuk benar-benar selektif memilih pejabat publik maupun partai politik sebagai sarana aspirasinya agar kepentingan dan kebutuhan mereka bisa benar-benar terfasilitasi serta diperjuangkan secara konsisten.

Moderator dalam diskusi ini, Ketua Gema Keadilan Kota Surabaya Yasser Abror, menilai tentu anak muda mengharapkan dengan diturunkannya ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, masyarakat bisa mengusung maupun memilih local champions baik gubernur, walikota  maupun dewan bahkan individu berprestasi yang tersebar di Indonesia. 

"Tokoh-tokoh pejabat publik atau pemuda yang berprestasi dari ujung timur hingga barat Indonesia seperti Mahyeldi Gubernur Sumatera Barat, Anies Gubernur DKI Jakarta, Bang Zul gubernur NTB, hingga Gamal Albinsaid tokoh muda berprestasi di tingkat dunia, bahkan Mas Eri Walikota Surabaya dan Bu Reni pimpinan DPRD Surabaya punya peluang yang sama dalam kontestasi calon Presiden dan Wakil Presiden," kata dia.

Sebagaimana diketahui bahwa syarat untuk dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden atau yang dikenal dengan istilah presidential threshold berdasarkan Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah 20 persen kursi di DPR atau 25 persen Suara nasional dari partai politik. Ketentuan tersebut sudah banyak digugat atau judicial review di Mahkamah Konstitusi baik oleh tokoh individual, institusi termasuk partai politik non-parlemen hingga delapan puluhan gugatan dilayangkan dan seluruhnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. 

Terbaru partai politik parlemen yakni Partai Keadilan Sejahtera sedang mengajukan proses judicial review atas ketentuan presidential threshold tersebut dan masih proses bersidang pada bulan juli 2022 hingga saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement