REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Mantan presiden Rusia yang kini menjabat deputi ketua Dewan Keamanan Dmitry Medvedev menolak ajakan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden merundingkan perjanjian senjata nuklir yang baru. Ia mengatakan ajakan itu tidak sesuai dengan dunia yang berubah.
Medvedev mengatakan sudah berulang kali memberitahu Washington masalah terbesarnya. Kerangka kerja untuk mengganti perjanjian New Start tidak dapat dilakukan tanpa keterlibatan Rusia.
Di aplikasi kirim pesan Telegram, Senin (2/8/2022) Medvedev menulis Biden dengan "enggan meludahkan" ajakan menggelar perundingan senjata yang baru. Ia menyinggung tentang perjanjian senjata Uni Soviet-AS yang disepakati dengan susah payah selama Perang Dingin.
"Semua ini, tentu saja bagus, tapi izinkan saya untuk mengatakannya sekali lagi, situasi saat ini jauh lebih buruk dari Perang Dingin," tulis Medvedev yang menjabat sebagai presiden saat Putin duduk di kursi perdana menteri.
"Jauh lebih buruk! Dan bukan karena kesalahan kita sendiri. Hal yang utama apakah kita benar-benar membutuhkan ini? Dunia sudah tempat yang berbeda."
Sumber dari Kementerian Luar Negeri Rusia mengungkapkan kebinggungan tentang proposal Biden untuk menegosiasikan Perjanjian New Start yang akan berakhir pada 2026. Dalam pernyataannya Senin (1/8/2022) kemarin Biden mengatakan pemerintahnya siap untuk menegosiasikan kerangka kerja baru "dengan cepat".
Namun Rusia harus menunjukkan kesiapan untuk kembali bekerja dalam pengendalian senjata nuklir dengan AS.
"Ini pernyataan serius atau situs Gedung Putih diretas? Bila maksudnya masih serius, mereka ingin berdiskusi dengan siapa?" kata sumber dari Kementerian Luar Negeri Rusia.
New START Treaty yang ditandatangani 2011 mewajibkan AS dan Rusia membatasi penggunaan rudal balistik antar-benua, rudal balistik dari kapal selam dan perangkat bom berat untuk senjata nuklir.
Selain itu perjanjian ini juga membatasi hulu ledak nuklir dipasang di rudal dan bom dan peluncur untuk rudal-rudal itu. Kedua belah pihak mencapai kesepakatan pada batas tengah pada 5 Februari 2018 dan perjanjian diperpanjang hingga 4 Februari 2026.