Selasa 02 Aug 2022 19:10 WIB

Anggota DPRD Sebut Ada Monopoli Bisnis di Kebijakan Tarif Baru Komodo

Penerapan tarif Pulau Komodo seharga Rp 3,7 juta mendapat penolakan agen wisata.

Tarif baru tiket masuk Taman Nasional Komodo berlaku mulai 1 Agustus 2022.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Tarif baru tiket masuk Taman Nasional Komodo berlaku mulai 1 Agustus 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG  -- Anggota Komisi V DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)Yohanes Rumat menilai ada upaya monopoli bisnis dalam penerapan kebijakan tarif baru wisata ke Taman Nasional (TN) Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Hal ini yang diyakini memicu penentangan agen travel di sana.

"Saya melihat ada upaya memonopoli bisnis perjalanan wisata, karena setelah membaca brosur yang dikeluarkan perusahaan daerah PT Fobamor tidak jauh berbeda dengan apa yang dikerjakan oleh agen perjalanan di Labuan Bajo," kata Yohanes ketika dihubungi Antara dari Kupang, Selasa.

Baca Juga

Ia mengatakan hal itu guna menanggapi pemberlakuan tarif baru masuk Taman Nasional Komodo oleh Pemerintah Provinsi NTT yang ditentang para pelaku wisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.

Anggota DPRD dari daerah pemilihan Manggarai Raya itu mengatakan penerapan tarif baru yang mencapai hingga Rp3,7 juta mulai Senin (1/8) itu telah menimbulkan polemik serius.

Menurut dia, penerapan tarif baru oleh Pemprov NTT yang dikelola melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Flobamor merupakan langkah monopoli yang menggunakan sistem keanggotaan (membership)."Artinya, para agen travel lokal harus bergabung dan diatur perusahaan daerah Flobamor," tambahnya.

Anggota DPRD dari daerah pemilihan Manggarai Raya itu mengatakan sistem bisnis yang diciptakan seperti itu menimbulkan penentangan dari para pelaku wisata di Labuan Bajo. Penerapan sistem tersebut terlihat kuat karena mendukung penguasa, sementara para pelaku wisata di Labuan Bajo berbisnis dengan sistem pasar bebas yang sangat tergantung pada kemampuan wisatawan.

"Sedangkan perusahaan daerah Flobamor seperti memaksakan kehendak bahwa tarif tinggi yang dipasang itu lah yang harus dibayar wisatawan," katanya.

Perbedaan seperti itu menimbulkan kesan tidak adil bagi para pelaku wisata yang menentang kebijakan. Dia berharap Pemprov NTT juga menghargai aspirasi yang disampaikan para pelaku wisata di Labuan Bajo, sehingga bisa bersama-sama mencari solusi terbaik yang diterima semua pihak."Saya yakin aksi protes para pelaku wisata itu tidak ada niat buruk. Namun mereka menyampaikan pikiran-pikiran mereka yang terbaik karena menyangkut nasib kehidupan mereka ke depan," ujarnya. 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement