Rabu 03 Aug 2022 07:33 WIB

Penegakkan Hukum Terhadap Warga Palestina dan Israel tak Berimbang

Warga Palestina terima dakwaan dan hukuman lebih tinggi daripada warga Israel

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Warga Palestina dan aktivis perdamaian Israel melarikan diri dari gas air mata yang ditembakkan oleh pasukan keamanan Israel, selama demonstrasi menentang pemukiman Yahudi Tepi Barat, dekat kota Salfit, Tepi Barat, Rabu, 27 Juli 2022.
Foto: AP/Majdi Mohammed
Warga Palestina dan aktivis perdamaian Israel melarikan diri dari gas air mata yang ditembakkan oleh pasukan keamanan Israel, selama demonstrasi menentang pemukiman Yahudi Tepi Barat, dekat kota Salfit, Tepi Barat, Rabu, 27 Juli 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Laporan Pusat Aksi Keagamaan Israel (IRAC) mengatakan, jumlah warga Palestina yang menerima dakwaan dan hukuman lebih tinggi dibandingkan dengan warga Israel. Sebagian besar warga Palestina didakwa atas hasutan untuk melakukan kekerasan.

Laporan tersebut berdasarkan riset yang dilakukan antara 2014 hingga 2021. Hasil riset menemukan 77 persen dari semua dakwaan terhadap warga Palestina adalah hasutan untuk melakukan kekerasan dan rasisme. Dakwaan ini diajukan terhadap warga Palestina dengan populasi hanya 20 persen dari total populasi di Israel.

Baca Juga

"Data dengan jelas menunjukkan kebijakan penegakan yang tidak memadai. Kebijakan penuntutan tentang hasutan oleh orang Yahudi, khususnya, ditandai dengan penundaan (dakwaan)," ujar pengacara IRAC, Ori Narov dan Orly Erez-Likhovsky, dilansir Middle East Monitor, Rabu (3/8/2022).

Laporan tersebut mengungkapkan, 51 persen dakwaan terhadap warga Palestina diajukan dalam waktu satu bulan sejak dugaan pelanggaran itu terjadi.  Sementara itu, 42 persen dakwaan terhadap orang Israel diajukan satu hingga dua tahun setelah penghasutan itu terjadi, sedangkan  21 persen lainnya diajukan dua hingga enam tahun kemudian.

Selain itu, 99 persen warga Palestina yang didakwa menerima hukuman penjara. Sementara sekitar 54 persen orang Yahudi yang didakwa tidak menerima hukuman penjara. Laporan tersebut juga menyoroti bahwa sistem penegakan hukum mengalami keheningan yang panjang terkait dengan hasutan liar dan tak terkendali dari para rabi yang berpura-pura mendasarkan diri pada hukum Yahudi. Namun, hal yang sama tidak berlaku untuk ulama Muslim.

Organisasi tersebut mengklarifikasi bahwa pihaknya tidak meminta lebih sedikit dakwaan terhadap warga Palestina. IRAC berharap dakwaan dan hukuman serupa juga berlaku bagi orang-orang Yahudi yang didakwa melakukan hasutan atau provokasi.

"Penegakan hukum yang salah terhadap penghasutan memungkinkan banyak aktivis terus menghasut sebanyak yang mereka mau tanpa dimintai pertanggungjawaban. Situasi ini mencemari dan membahayakan kehidupan manusia," ujar laporan IRAC.

Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan awal tahun ini oleh televisi Israel, Channel 12 mengungkapkan, 83 persen Arab Israel percaya bahwa, negara mempraktikkan "rasisme institusional" terhadap komunitas Palestina. Dua pertiga mengatakan, mereka telah menghadapi diskriminasi di dalam institusi Israel. Jajak pendapat mengungkapkan, sebagian besar warga Palestina Israel telah mengalami diskriminasi rasial oleh lembaga-lembaga publik dan di tempat-tempat umum.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement