REPUBLIKA.CO.ID, DHAHRAN – Selama 1.400 tahun terakhir, kisah hijrah besar yang dilakukan Nabi Muhammad SAW telah menjadi salah satu narasi paling berkelanjutan di kawasan. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah kisah yang diulang-ulang oleh umat Islam selama berabad-abad.
Untuk menandai kesempatan itu, Pusat Kebudayaan Dunia (Ithra) Raja Abdulaziz di Dhahran merayakan tahun baru Islam dengan pameran baru yang disebut Hijrah: In the Footsteps of the Prophet.
Kisah perjalanan hijrah yang sebenarnya bisa dibilang merupakan peristiwa sejarah terpenting dalam Islam. Perjalanan dari masa lalu ini tetap relevan hingga hari ini, mengingat migrasi dan perpindahan paksa yang terjadi.
Di masa kini, masih banyak ditemukan orang-orang yang harus pindah dari satu negeri ke negeri lain, untuk menghindari konflik atau menemukan kebebasan yang lebih besar. Banyak yang telah menetap di tanah yang bukan milik mereka dan membentuk komunitas baru.
Perjalanan Nabi antara Makkah dan Madinah membentuk awal Islam. Hal ini sekaligus menjadi awal peluncuran sebuah peradaban, yang sekarang mencakup 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia.
Jarak 400 kilometer antara dua Kota Suci dalam delapan hari tersebut telah menciptakan dampak yang tak terukur, pada lanskap sosial, politik, dan ekonomi Semenanjung Arab.
Signifikansi Hijrah dapat didefinisikan sebagai transisi dari praktik Islam sebagai tindakan ibadah ke cara hidup, dan Pameran Ithra berupaya menyajikan perjalanan itu kepada khalayak modern.
Pada malam pembukaan pameran bulan lalu, kurator Dr Idries Trevathan menawarkan tur dengan informasi dan anekdot untuk menghidupkan kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW.
Dia sangat bersemangat berbagi wawasan dengan pengunjung non-Muslim, untuk mendidik dan memberi tahu mereka tentang seperti apa pengalaman itu.
Sebuah nasyid yang dilantunkan kaum Anshar untuk Nabi Muhammad SAW saat masuk ke Madinah dibacakan ulang oleh para vokalis dalam bahasa Arab, Inggris, Urdu, dan Indonesia.
Trevathan telah membersamai Ithra selama delapan tahun terakhir dan ahli dalam sejarah seni Islam. Dia belajar di Prince's Foundation School of Traditional Arts dan membangun koleksi seni Islam.
Keberadaan artefak sejarah dan karya kontemporer membantu menghidupkan kembali peristiwa yang terjadi berabad-abad yang lalu.
Pameran ini dibuat bekerja sama dengan sekitar 70 akademisi dan seniman dari 20 negara, menjadikannya sebagai pengalaman inklusif dan imersif untuk merayakan perjalanan itu sendiri dan juga memperingati kesempatan Tahun Baru 1444 Hijriyah.
“Pameran ini sangat spesial karena pembuatannya selama tiga tahun. Kita mulai sebelum pandemi Covid-19. Apa yang luar biasa dari perjalanan ini bagi kami adalah kami mampu menyatukan pikiran yang luar biasa,” kata Trevathan dikutip di Arab News, Rabu (3/8/2022).
Proses persiapan pun dimulai dengan bekerja sama dengan Dr Abdullah Alkadi, yang dianggap sebagai pemegang otoritas jalur Hijrah. Diaa mengoreksi semua riwayat atau penelitian sebelumnya tentang rute Hijrah.
Baca juga: Jawaban Prof Jimly Ini Perkuat Argumentasi Mengapa Hukum Islam Harus Didukung Negara
Ketika melakukan beberapa penelitian latar belakang, Trevathan menyebut pihaknya menyadari bahwa terlepas dari pentingnya momen ini, belum ada yang pernah mencoba untuk melakukan pameran tentang Hijrah.
Salah satu instalasi yang wajib dilihat adalah penggambaran sarang laba-laba, gua-gua, bahkan replika unta seukuran manusia yang ditunggangi Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Dokumenter dan video tersebar di seluruh pameran, dengan audio yang menceritakan rute tersebut dalam bahasa Arab dan Inggris.