Kamis 04 Aug 2022 10:30 WIB

Komite HAM PBB Putuskan Prancis Telah Mendiskriminasi Muslimah

Prancis mendiskriminasi muslimah yang dilarang hadiri pelatihan karena pakai jilbab

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Sebuah komite PBB memutuskan bahwa, Prancis mendiskriminasi seorang wanita Muslim yang dilarang menghadiri pelatihan kejuruan di sekolah umum saat mengenakan jilbab
Foto: AP/Emrah Gurel
Sebuah komite PBB memutuskan bahwa, Prancis mendiskriminasi seorang wanita Muslim yang dilarang menghadiri pelatihan kejuruan di sekolah umum saat mengenakan jilbab

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sebuah komite PBB memutuskan bahwa, Prancis mendiskriminasi seorang wanita Muslim yang dilarang menghadiri pelatihan kejuruan di sekolah umum saat mengenakan jilbab. Keputusan imi tertuang dalam dokumen Komite Hak Asasi Manusia PBB.

Pada 2010, Naima Mezhoud akan menjalani pelatihan sebagai asisten manajemen di sebuah kursus yang diadakan di sekolah menengah negeri. Berdasarkan aturan, Prancis melarang penggunaan jilbab di sekolah.

Ketika Mezhoud tiba, kepala sekolah di pinggiran utara Paris melarangnya masuk. Enam tahun sebelumnya, pada  2004, Prancis telah melarang pemakaian jilbab dan simbol agama lainnya oleh para siswa di sekolah negeri. Mezhoud berpendapat, sebagai mahasiswa pendidikan tinggi, dia seharusnya tidak menjadi sasaran hukum.

 "Komite menyimpulkan bahwa penolakan untuk mengizinkan (Mezhoud) berpartisipasi dalam pelatihan sambil mengenakan jilbab merupakan tindakan diskriminasi berbasis gender dan agama," ujar pernyataan Komite Hak Asasi Manusia PBB dalam dokumen tersebut.  

Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri Prancis tidak segera menanggapi permintaan komentar. Namun Kemungkinan konsekuensi dari keputusan PBB ini belum diketahui. Pakar hukum dari Institut Studi Politik Paris, Nicolas Hervieu, mengatakan, menurut preseden hukum, kecil kemungkinan Prancis akan mematuhi keputusan komite.  

Prancis adalah rumah bagi salah satu komunitas Muslim terbesar di Eropa.  Selama bertahun-tahun, negara itu telah menerapkan undang-undang yang dirancang untuk melindungi bentuk sekularisme yang ketat, yang dikenal sebagai “laicité". Menurut Presiden Emmanuel Macron, undang-undang itu diterapkan karena Prancis berada di bawah ancaman dari Islamisme.

Beberapa asosiasi Muslim dan kelompok hak asasi manusia mengatakan, undang-undang tersebut telah menargetkan Muslim dan merusak perlindungan demokrasi. Undang-undang itu membuat komunitas Muslim rentan menghadapi perlakuan diskriminasim

Mezhoud mendatangi Komite Hak Asasi Manusia PBB setelah dia kalah dalam banding di pengadilan Prancis. Komite tersebut mengatakan, Prancis telah melanggar pasal 18 dan 26 dari Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik tentang kebebasan beragama.

Pengacara Mezhoud, Sefen Guez Guez, mengatakan kepada Reuters, keputusan tersebut menunjukkan bahwa lembaga-lembaga hak asasi manusia internasional kritis terhadap kebijakan Prancis mengenai Islam.

"Lembaga Prancis harus mematuhi keputusan PBB," ujar Guez.

Secara teori, setelah keputusan komite PBB, Prancis memiliki enam bulan untuk memberi kompensasi finansial kepada Mezhoud. Termasuk menawarkan kesempatan untuk mengambil kursus kejuruan jika dia masih menginginkannya.  Negara juga harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan pelanggaran serupa terhadap hukum internasional tidak akan terjadi lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement