REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah menaikan kompensasi ekspor batu bara kepada pengusaha yang tidak atau belum melakukan kontrak kerja sama dengan PT PLN. Langkah itu menurut dia perlu dilakukan untuk menjaga persediaan batu bara bagi produksi listrik nasional.
"Sejauh ini pemerintah sulit mewujudkan target DMO karena besaran kompensasi untuk perusahaan yang tidak menjalin kontrak dengan PLN lebih kecil daripada yang sudah melakukan kontrak kerja sama tapi ingkar," kata Mulyanto di Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Menurutnya hal itu kurang adil dan mendorong pengusaha untuk memilih tidak melakukan kontrak dengan PLN. Dia menjelaskan, berdasarkan aturan saat ini perusahaan yang sudah melakukan kontrak dengan PLN akan mendapat kompensasi sebesar USD 188/ton.
"Sedangkan bagi perusahaan yang tidak melakukan kontrak dengan PLN dikenakan denda hanya sebesar 18 dolar AS per ton," ujarnya.
Mulyanto meminta pemerintah harus memperberat besaran kompensasi bagi pengusaha yang tidak mau kontrak dengan PLN dan harus bersikap tegas kepada pengusaha batu bara yang tidak memenuhi kewajiban DMO. Dia menilai jika kompensasinya rendah, mereka lebih memilih membayar kompensasi daripada mematuhi DMO.
Mulyanto minta pemerintah segera mengambil kebijakan ini sebelum produksi listrik PLN bermasalah karena harga batu bara global saat ini mencapai USD 400 per ton. "Sementara harga DMO untuk PLN dipatok flat sebesar 70 dolar AS per ton. Disparitas harga yang sangat tinggi ini membuat pengusaha batu bara lebih suka menjual produksinya ke pasar luar negeri karena dengan volume yang sama bisa mendapat keuntungan lebih dari lima kali lipat," katanya.
Karena itu apabila pemerintah tidak bersikap tegas, maka aksi ekspor yang melanggar DMO akan terus terjadi dan ujung-ujungnya listrik padam. Di sisi lain Mulyanto mengingatkan pemerintah harus konsisten mengembangkan listrik dari sumber energi baru atau energi terbarukan (EBET) sesuai target bauran energi agar batu bara ini tidak kita bakar di dalam negeri.
“Dengan begitu kita akan dapat dua keuntungan yakni energi yang lebih bersih dan penerimaan negara yang lebih optimal," katanya.