REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Suhu rata-rata dataran China telah meningkat jauh lebih cepat daripada rata-rata global selama 70 tahun terakhir. Menurut pejabat pemerintahan Beijing, kondisi tersebut akan tetap jauh lebih tinggi di masa depan ketika tantangan perubahan iklim meningkat.
Dalam penilaian iklim tahunan yang diterbitkan pekan ini, biro cuaca China menggambarkan, negara itu sebagai wilayah sensitif dalam perubahan iklim global. Kenaikan suhu mencapai 0,26 derajat Celcius satu dekade sejak 1951, dibandingkan dengan rata-rata global 0,15 derajat celcius.
"Di masa depan, peningkatan suhu rata-rata regional di China akan jauh lebih tinggi daripada dunia," kata Wakil Direktur Pusat Iklim Nasional China (NCC) Yuan Jiashuang pada Rabu (3/8/2022).
Yuan memperingatkan bahwa perubahan pola cuaca di China akan mempengaruhi keseimbangan sumber daya air. Kondisi itu pun membuat ekosistem lebih rentan dan mengurangi hasil panen.
China telah mengalami cuaca terik selama berminggu-minggu, dengan suhu mencapai lebih dari 44 derajat celcius di barat daya Yunnan dan Hebei di utara. Menurut data NCC, sebanyak 131 stasiun cuaca China telah mencatat suhu yang menyamai atau melampaui rekor tertinggi dalam sejarah, naik dari 62 sepanjang tahun lalu.
Penilaian iklim China pada 2021 mengatakan, tingkat air pantai tahun lalu berada pada level tertinggi sejak 1980. Pengunduran glasial juga dipercepat, lapisan es aktif di sepanjang Jalan Raya Qinghai-Tibet mencapai rekor tertinggi dan es laut terus menurun.
China juga mencatat peningkatan 7,9 persen tutupan vegetasi pada 2021 dibandingkan dengan rata-rata 2001-2020. Penilaian tersebut mencatat periode pertumbuhan untuk banyak tanaman dimulai lebih awal setiap tahun.
Cuaca ekstrem telah mendatangkan malapetaka dalam beberapa pekan terakhir. Gelombang panas yang panjang menyebabkan kekeringan dan kebakaran hutan di seluruh dunia. Secara historis curah hujan yang tinggi di beberapa negara juga telah menyebabkan banjir yang mematikan.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan bulan lalu, tidak ada negara yang kebal dari perubahan iklim. Dia mengatakan dunia sekarang harus memilih antara tindakan kolektif atau bunuh diri kolektif.