REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Faozan Amar, Direktur Eksekutif Al Wasath Institute dan Dosen FEB UHAMKA
Dunia memasuki era Society 5.0. Era dimana masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi industri 4.0, seperti Internet on Things, Artificial Intelligence, Big Data, dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam kehidupannya. Era ini menjadi peluang sekaligus tantangan baru bagi siswa untuk meningkatkan soft skill sebagai persiapan untuk masa depannya.
Untuk memasuki era tersebut, selama menempuh jenjang pendidikan, siswa harus dibekali dengan kurikulum yang memadai sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Kurikulum Merdeka Belajar merupakan salah satu kebijakan baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yang ditujukan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang inovatif dan mengikuti kebutuhan siswa. Era Society 5.0 berlangsung pada Abad 21, yang merupakan kejayaan dunia digital. Model pembelajaran abad ke-21 juga menuntut siswa untuk mencapai keterampilan 4C yaitu critical thinking, communication, colaboration, and creativity.
Kurikulum ini dikembangkan dengan harapan dapat “mencetak” anak-anak bangsa yang mampu memahami materi yang diajarkan oleh guru secara cepat, bukan hanya sekedar pandai untuk mengingat bahan ajar yang diberikan saja. Siswa juga diharapkan mampu memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajarannya. Sedangkan guru memiliki kebebasan secara mandiri untuk menterjemahkan kurikulum sebelum dijabarkan kepada para siswa sehingga guru mampu menjawab setiap kebutuhan siswa pada saat proses pembelajaran.
Merdeka belajar juga melibatkan kondisi yang merdeka dalam memenuhi tujuan, merdeka dalam metode pembelajaran, merdeka dalam materi yang diajarkan dan merdeka dalam evaluasi pembelajaran baik guru maupun siswa. Hal ini dapat diketahui bahwa proses pembelajaran pada kurikulum merdeka belajar lebih mengarah kepada kebutuhan siswa (student-center), bukan pada pembelajaran yang berpusat kepada guru atau pendidik.
Kurikulum Merdeka Belajar hadir sebagai jawaban atas ketatnya persaingan sumber daya manusia secara global di abad ke-21. Lukum dalam Putriani & Hudaidah (2021) menyatakan bahwa terdapat tiga kompetensi besar di abad ke-21, yakni : pertama kompetensi berpikir yang meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif, dan pemecahan masalah. Kedua, kompetensi bertindak meliputi komunikasi, kolaborasi, literasi digital dan literasi teknologi. Dan ketiga, kompetensi hidup di dunia meliputi inisiatif, mengarahkan diri, pemahaman global serta tanggung jawab sosial.
Kompetensi inilah yang mestinya diterapkan dalam pembelajaran abad ke-21 dikarenakan pada era ini akan memerlukan orang-orang yang inovatif serta kreatif untuk dapat beradaptasi dengan cepat. Hal inilah yang menjadi perhatian penting bagi Pemerintah untuk dapat sesegera mungkin menyediakan sarana prasarana yang memadai dalam menghadapi perkembangan global, terutama era society 5.0 (Yose Indarta, el all, 2022).
Karena itu, pengembangan kurikulum merupakan salah satu langkah yang tepat untuk dapat membentuk karakter siswa dalam menghadapi era society 5.0 tersebut. Kurikulum Merdeka diluncurkan Mendikburistek pada Februari 2022 lalu, merupakan salah satu program Merdeka Belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kurikulum Merdeka berfokus pada materi yang esensial dan pada pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila.