REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan produksi Minyakita telah siap dan akan digelontorkan dalam jumlah besar khusus ke wilayah Indonesia Timur. Sedikitnya, sekitar 10 perusahaan produksi minyak goreng telah siap melakukan produksi.
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Syailendra, mengatakan, produksi Minyakita saat ini pun telah dilakukan oleh sejumlah perusahaan. Namun, jumlah produksi masih sekitar puluhan ton sehingga tidak terlihat penyebarannya.
"Sekarang produksi sudah banyak dan dipersiapkan untuk wilayah timur, kita akan kirim dalam kemasan botol dengan harga sama Rp 14 ribu per liter," kata Syailendra kepada Republika.co.id, Kamis (4/8/2022).
Ia mengatakan, total jumlah perusahaan produsen termasuk pengemasan yang telah mendapatkan izin menggunakan merk Minyakita telah mencapai 102 perusahaan. Namun, yang telah siap berproduksi khususnya untuk menyuplai pasar Indonesia timur sebanyak 10 perusahaan.
Pihaknya tak menjelaskan detail perusahaan dan total produksi Minyakita. Masing-masing perusahaan memiliki kapasitas produksi yang berbeda. Namun ia memastikan Kemendag memantau ketat perkembangan produksi dan persebarannya.
"Kapasitas produksi ada yang 1.000 ton hingga 2.000 ton per hari, ada juga 60 ton per hari. Beberapa perusahaan akan saya panggil dan kita lihat langsung. Jadi tidak sekedar informais, jadi kita lihat pabriknya," kata Syailendra.
Ia pun mengingatkan, upaya penyediaan minyak goreng dengan harga terjangkau merupakan tanggung jawab bersama, termasuk pihak swasta. Pemerintah, tegas Syailendra, telah banyak memberikan fasilitas bagi korporasi sawit. Karena itu, harus ada kesadaran bersama untuk membantu negara.
"Kita pikirin rakyat dulu, (mereka) menanam (sawit) di Republik, yang kerja ya orang Republik, jalan dibikinin Republik, masa iya sih (tidak mau bantu). Jadi harus sama-sama-lah untuk negara," katanya.
Adapun soal keberlanjutan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), Syailendera mengatakan pemerintah belum berencana mencabutnya. Sebab dikhawatirkan, ketika DMO dilepas, seluruh produksi minyak sawit kembali mengalami kelangkaan lantaran para industri mementingkan pasar luar negeri di tengah tingginya harga internasional.