Kamis 04 Aug 2022 23:40 WIB

NFA Siapkan Pembenahan Tata Kelola Gula Nasional: Swasta-BUMN Wajib Kerja Sama

Saat ini tantangan utama industri gula nasional adalah keterbatasan bahan baku tebu.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Proses produksi gula dalam pabrik (ilustrasi)
Foto: fxcuisine.com
Proses produksi gula dalam pabrik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) berkomitmen terus memperkuat industri gula nasional dengan membangun tata kelola gula nasional melalui regulasi yang tepat serta kolaborasi dengan asosiasi dan pelaku usaha. Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa, saat menghadiri Rapat Pleno Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Kamis (4/8/2022), di PG Kebon Agung, Malang, Jawa Timur.

Menurutnya, NFA diberi kewenangan melalui Perpres Nomor 66 Tahun 2021, untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan, seperti stabilisasi harga dan distribusi pangan, penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan, besaran jumlah cadangan pangan pemerintah, serta harga pembelian pemerintah.

Baca Juga

Ia mengatakan, kewenangan ini menjadi pintu masuk bagi NFA berperan aktif melakukan pembenahan tata kelola gula nasional secara in line melalui pola integrasi hulu-hilir yang solid.

Salah satunya, dengan rumusan kebijakan penetapan harga acuan penjualan dan harga pembelian (HAP) tingkat petani. Ia mengatakan, harga jual gula yang baik di tingkat petani dapat memotivasi petani untuk terus menanam tebu sehingga suplai bahan baku tebu terjaga.

“Saat ini tantangan utama industri gula nasional adalah keterbatasan bahan baku tebu. Tanpa suplai bahan baku yang memadai pabrik tidak bisa beroperasi optimal sehingga menimbulkan produktivitas yang rendah dan inefisiensi,” ujarnya.

Saat ini, harga pembelian gula kristal putih di tingkat petani Rp 11.500/kg, penetapan tersebut berdasarkan keputusan bersama NFA dengan Kementerian Perdagangan melalui Surat Edaran No. 6 Tahun 2022. Sedangkan, harga acuan penjualan gula kemasan Rp 13.500/kg, dan harga acuan penjualan gula kemasan di wilayah Indonesia Timur Rp 14.500/kg.

Di samping penetapan regulasi yang tepat, menurut Ketut Astawa, pembenahan tata kelola gula nasional tidak akan berjalan tanpa dukungan dan kolaborasi berbagai stakeholder, khususnya kelompok asosiasi. “Untuk komoditas gula, Asosiasi Gula Indonesia (AGI) menjadi mitra strategis dalam memberikan masukan kebijakan terkait gula nasional,” ujarnya.

Ia berharap, AGI bersama-sama NFA dapat berkolaborasi menjadi penghubung antar-stakeholder guna merumuskan solusi bagi perbaikan industri gula nasional, dari mulai perumusan harga acuan hingga pembenahan on farm dan off farm.

Sementara itu, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, di Jakarta, mengatakan, peran Asosiasi dalam tata kelola gula nasional sangat penting. Ia berpesan agar Asosiasi dapat turut mendorong kolaborasi antara pabrik gula (PG) BUMN dan swasta.

“Saat ini eranya kolaborasi bukan persaingan yang dampaknya kerap mematikan salah satu pihak. Kolaborasi antara PG BUMN dan swasta sangat penting, apalagi di tengah keterbatasan bahan baku tebu yang masih terjadi. Sudah saatnya kita semua hand in hand saling bersinergi,” ujarnya.

Ia menambahkan, PG BUMN dan swasta dapat saling berkolaborasi khususnya dalam mendorong perluasan lahan tebu baru sekaligus menumbuhkan minat masyarakat menanam tebu. NFA siap mendukung instrumen regulasi yang dibutuhkan, sehingga kita bisa sama-sama menyelamatkan dan memperkuat industri gula nasional.

Berdasarkan data AGI, di wilayah Jawa Timur saat ini terdapat 30 pabrik gula yang beroperasi, dengan total kapasitas 143.350 ton cane per day (TCD). Teridiri dari 7 PG PTPN, 4 PG milik ID FOOD, dan 4 PG swasta. Jumlah tersebut yang terbanyak di antara provinsi lainnya.

Arief mengatakan, pihaknya juga mendukung sinergi penguatan industri gula yang digagas Kementerian BUMN melalui program Makmur. Untuk wilayah Jawa Timur sendiri, telah dilakukan panen dan tanam tebu program Petani Makmur di lahan percontohan Demonstration Plot (Demplot), pada 28 Juli 2020 lalu, di Malang. Program percontohan hasil sinergi Holding Pangan ID FOOD bersama Pupuk Indonesia Holding Company ini berhasil memproduksi tebu sebanyak 160-165 ton/ha.

Di wilayah Jawa Timur, Program Makmur untuk komoditas tebu telah menghasilkan panen sebanyak 286.338 ton pada Musim Tanam (MT) 2021/2022. Sedangkan pada MT 2022/2023 telah dilakukan perluasan tanam seluas 5.700 Ha, dengan jumlah petani tebu 1.140 orang yang dikelola anggota holding ID FOOD.

Lebih lanjut, Arief mengatakan, penguatan tata kelola gula nasional ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, untuk mempersiapkan kebutuhan gula nasional dengan baik dan mengurangi import gula dalam 5 tahun kedepan sebagai upaya mewujudkan swasembada gula.

Berdasarkan data NFA, kebutuhan total gula nasional saat ini 7,3 juta ton per tahun, dari jumlah tersebut lebih dari 4 juta ton ketersediaan masih dipenuhi dari luar negeri. Kebutuhan gula konsumsi 3,2 juta ton setahun baru dapat dipenuhi 2,2 juta ton dari produksi negeri sendiri.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement