Jumat 05 Aug 2022 15:00 WIB

KPK Bongkar Modus Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU

Kerugian negara dalam pengadaan helikopter angkut VVIP sekitar Rp 224 miliar.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Penyidik KPK melakukan pemeriksaan fisik pada Helikopter Agusta Westland (AW) 101 di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (24/8/2016).
Foto: Republika/Prayogi
Penyidik KPK melakukan pemeriksaan fisik pada Helikopter Agusta Westland (AW) 101 di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (24/8/2016).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) dalam pengadaan Helikopter AgustaWestland (AW)-101 di TNI AU tahun 2016-2017. KPK memeriksa tiga saksi yang diperiksa untuk tersangka IKS selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG) di Gedung KPK, Kamis (4/8/2022).

"Dikonfirmasi, antara lain terkait dengan dugaan adanya penggunaan perusahaan tertentu oleh tersangka IKS untuk dijadikan seolah-olah sebagai rekanan dalam pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017," ucap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (5/8/2022).

Baca: Jenderal AS dan Australia Anggap Latihan Garuda Super Shield 2022 Sangat Penting

Tiga saksi yang diperiksa, yaitu staf technical support PT DJM 2013-2017 Adhitya Tirtakusumah serta dua pihak swasta Raina Abednego dan Bennyanto Sutjiadji. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, pada Mei 2015, IKS bersama Lorenzo Pariani (LP), sebagai salah satu pegawai perusahaan AW, bertemu Marsekal Muda (Marsda) Mohammad Syafei (MS).

Kala itu, MS menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf Angkatan Udara (Asrena KSAU) di Markas Besar TNI AU (Mabesau), Cilangkap, Jakarta Timur. Dalam pertemuan itu, kata Ali, terdapat pembahasan terkait pengadaan Helikopter AW-101 dengan konfigurasi VIP/VVIP TNI AU.

Di lingkungan TNI AU, sambung dia, hanya ada satu skuadron udara yang memiliki armada dalam konfigurasi VIP/VVIP, yaitu Skuadron Udara 17 VVIP yang kemudian organnya dimekarkan menjadi Skuadron Udara 45 VVIP (helikopter kepresidenan). IKS yang juga menjadi salah satu agen AW diduga memberikan proposal kepada MS dengan harga satu unit Helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS.

Baca: Jenderal Andika Promosikan Kolonel Hamim yang Dulu Pernah Dimarahinya Jadi Kadispenad

Menurut Ali, padahal harga pembelian yang disepakati IKS dengan pihak AW untuk satu unit Helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS (ekuivalen dengan Rp 514,5 miliar). Selanjutnya pada November 2015, panitia pengadaan Helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU mengundang IKS untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek.

Hal itu tertunda karena adanya arahan pemerintah untuk menunda pengadaan helikopter angkut VVIP tersebut. Alasan yang menjadi pertimbangan adalah kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung. Pada 2016, pengadaan Helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp 738,9 miliar.

Ali menjelaskan, pembelian menggunakan metode lelang melalui pemilihan khusus, yang hanya diikuti dua perusahaan. Dalam tahapan lelang itu, KPK menduga panitia tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan.

Adapun harga penawaran yang diajukan IKS masih sama dengan harga penawaran pada 2015, yakni senilai 56,4 juta dolar AS. Angka itu langsung disetujui pejabat pembuat komitmen (PPK). Ali menyebutkan, IKS diduga aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Marsma Fachri Adamy (FA) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

Terkait persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua perusahaan, Ali menegaskan, KPK menduga IKS sudah menyiapkannya. KPK mencurigai IKS mengkondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang dan disetujui PPK. Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100 persen.

Sedangkan fakta ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda. KPK menduga akibat perbuatan tersangka IKS mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar.

Baca: Mayjen Heri Wiranto Jadi Deputi Kemenko Polhukam, Mayjen Yudhy Chandra Jaya Jabat Danpussenarmed

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement