Sabtu 06 Aug 2022 05:51 WIB

Ratusan Santri La Tansa Ikuti Bedah Novel di IBF 2022

Bedah novel di IBF 2022 diikuti santri La Tansa.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
 Ratusan Santri La Tansa Ikuti Bedah Novel di IBF 2022. Foto:  Pengunjung melihat koleksi buku yang dipamerkan pada ajang Islamic Book Fair (IBF) 2022 di Jakarta, Rabu (3/8/2022). IBF 2022 yang diadakan di Jakarta Convention Center (JCC), akan berlangsung hingga tanggal 7 Agustus 2022 mendatang. Pameran IBF 2022 diikuti sekitar 80 peserta dari dalam dan luar negeri dengan total pengambilan stan kepesertaan mencapai 200 stan.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ratusan Santri La Tansa Ikuti Bedah Novel di IBF 2022. Foto: Pengunjung melihat koleksi buku yang dipamerkan pada ajang Islamic Book Fair (IBF) 2022 di Jakarta, Rabu (3/8/2022). IBF 2022 yang diadakan di Jakarta Convention Center (JCC), akan berlangsung hingga tanggal 7 Agustus 2022 mendatang. Pameran IBF 2022 diikuti sekitar 80 peserta dari dalam dan luar negeri dengan total pengambilan stan kepesertaan mencapai 200 stan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Ratusan santri dari Pondok Pesantren La Tansa Banten mengikuti bedah novel berjudul “Pangeran tak Berharap Mahkota” di panggung utama Islamic Book Fair (IBF) 2022, Gedung JCC Jakarta, Jumat (5/8). Buku terbitan Republika Penerbit ini ditulis oleh Pimpinan Ponpes La Tansa, KH Adrian Mafatihullah Kariem.

Acara bedah buku ini diawali dengan lantunan shalawat yang dibawakan oleh grup musik La Tansa, yang memiliki arti “Jangan lupa”. Ratusan santri dan santriwati yang hadir pun turut mengikuti shalawat yang dilantunkan seorang penyanyi perempuan.

Baca Juga

Berdasarkan pantauan Republika.co.id di lokasi, ratusan santri yang datang dari Banten tersebut duduk lesehan, memenuhi area panggung utama pameran IBF 2022. Mereka tampak mendengarkan secara seksama dan bangga dengan kiainya yang menulis novel islami tersebut.

KH Adrian Mafatihallah Karim merupakan anak kedua pendiri Pondok Pesantren La Tansa. Dia lahir pada 15 Juni 1973 di Gintung, Tangerang. Tidak seperti kiai pada umumnya, Kiai Adrian mencba berdakwah lewat sebuah novel. Novel terbarunya kali ini berjudul “Pangeran tak Berharap Mahkota”.

Dalam acara bedah buku ini, Kiai Adrian menjelaskan alasan memberikan judul itu. Menurut dia, pangeran identik dengan kemewahan dan kesenangan. Tapi, pangeran itu minim kebahagiaan. Kemudian, dalam proses pencarian identitas dirinya, ia bertemu dengan seorang gadis desa yang mampu menutupi arogansi pangeran.

Pada akhirnya, pangeran tersebut enggan dipuja dan dipuji. Karena, pujaan dan pujian pada hakikatnya menghancurkan identitas pangeran itu sebagai seorang lelaki. Menurut Kiai Adrian, novel ini dipersembahkan untuk para lelaki yang tangguh dan hebat.

“Pangeran Tak Berharap Mahkota dipersembahkan untuk siapa saja para lelaki yang tangguh, yang hebat,” jelas Kiai Adrian.

Pada intinya, novel ini ingin menegaskan bahwa kesempurnaan tidak terletak pada kerupawanan dan harta yang melimpah. Namun, fakta ini sering dikesampingkan, termasuk oleh Sultan, seorang pemuda kaya raya yang menjalani hidup bak pangeran dengan segala kemudahan dan kemewahan, tapi tak sepenuhnya bahagia.

Dengan kesederhanaan dan kebaikannya, gadis desa yang bernama Bunga itu kemudian hadir untuk melucuti keangkuhan Sultan. Namun, takdir memisahkan keduanya ketika bibit cinta mulai tumbuh. Dalam cerita novel ini, para pembaca akan mendapat pelajaran berharga untuk menjadi seorang lelaki sejati.

Sastrawan Nasional, Habiburrahman El-Shirazy mengapresiasi Kiai Adrian yang menulis novel ini. Menurut dia, novel ini membuktikan bahwa Kiai Adrian adalah seorang novelis yang berbobot. “Novel ini membuktikan bahwa Kiai Adrian adalah seorang novelis berbobot. Novel ini mengajak pembaca memahami arti kebahagiaan yang sesungguhnya sekaligus menunjukkan jalannya. Romantis. Sarat Makna,” katanya dalam sinopsis novel tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement