REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan pengembangan pembangunan yang dilakukannya selama menjadi jabatan gubernur adalah berusaha untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesetaraan bagi semua warga. Hal ini dilakukan dengan terus berusaha menghilangkan adanya diskriminasi dan menyatukan tujuan bersama.
"Usaha itulah yang kami lakukan selama menjabat gubernur selama lima tahun. Kami berusaha menghadirkan narasi besar dalam bernegara yakni mewujudkan keadilan sosial, kesetaraan dalam berbagai bidang, hingga menyatukan semua orang tujuan bersama. Di antara itu tantangan yang laing berat adalah mewujudkan keadilan sosial yang selama ini mudah diomongkan tetapi memang sangat susah dilakukan dan penuh tantangan,'' kata Anies Baswedan dalam pembukaan Rakernas Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII), di Jakarta, Jumat malam (5/8/2022).
Sedangkan pada acara pagi hari ini (Sabtu/06/08/20022) mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Mahfud MD akan memberikan arahannya. Para anggota KB PII yang hadir sejak semalam antara lain Mantan Ketua Umum PAN Sutrisno Bachir, mantan menteri Sofyan Djalil, Anggota Komisi 10 DPR RI Zainuddin Maliki, Said Didu, mantan rektor Unpad Ganjar Kurnia dan para aktivis KB PII lainnya dari seluruh Indonesia.
Anies mengatakan tantangan paling berat untuk mewujudkan hal itu adalah menyakinkan para birokrat dan teknokrat bahwa semua hal itu, terutama keadilan sosial, yang ternyata masih belum utuh dipahaminya. Mengerti masih terpaku pada acuan bahwa kinerja mereka harus selalu sesuai dengan hukum dan aturan, serta target yang nyata semata. Target yang tidak nyata yakni pemenuhan rasa keadilan sosial dan kesataraan kepada mereka harus perlu diyakinkan agar lebih diperhatikan lagi.
''Contoh yang paling sederhana adalah dalam memberikan keijakan mengenai kesetaraan warga. Ini misalnya dalam satu tempat misalnya kawasan bundaran Hotel Indonesia di sana ada tiga mall besar, Grand Indonesia, Thamrin City, dan Sarinah. Anehnya saya lihat antara pengunjung satu mall dengan yang lain tidak sama. Ini jelas bukan salah para pebisnis, tapi salah karena ada kebijakan dari pihak yang dikenai amanat membuat kebijakan. Sebab, pemerintahlah yang seharusnya memberikan fasilitas agar warga bisa saling bertemu secara setara dan tanpa dipaksa,'' ujarnya.
Bahkan, lanjut Anies, selama ini pihanya mencermati adanya fenoma unik. Hal itu salah satu contohnya adalah warga yang berbelanja di Thamrin City banyak yang tidak berani berkunjung Grand Indonesia dan yang di Grand Indonesia juga banyak yang enggan ke Thamrin City. Seakan ada beda kelas. "Nah, itu tantangan yang harus dihadapi. Maka jalan keluarnya adalah memberikan fasilitas bersama agar mereka saling bertemu tanpa dipaksa sehingga nantinya akan tercipta keakraban sosial sejati. Maka seperti yang selalu saya katakan sarana pertemuaan setara itu salah satu fasilitasnya ya diangkutan umum atau di fasilitas lain, yakni di trotoar di mana semua orang bebas bertemu."
Ditegaskan Anies, hal-hal tersebut adalah salah satu contoh yang sepele mengenai bagaimana ide dan usahanya terus berusaha menyatukan warga Jakarta. Dalam soal keadilan sosial misalnya pihaknya kini memberikan bebas pajak bumi bangunan kepada keluarga pahlawan nasional, guru, dan anggota TNI/ABRI yang punya rumah di kawasan elit Menteng.
''Hal ini saya putuskan karena mereka hampir pasti masih mempunyai rumah di kawasan Menteng dari warisan orang tuanya itu yang dahulu berjuang memerdekakan bangsa ini. Tapi karena beban pembayaran uang PBB sangat berat mereka harus bar dengan jumlah besar sekali. Akhirnya, satu persatu rumah bersejarah itu dijual, mereka pilih tinggal di pinggiran. Contoh yang paling sederana misalnya rumah mantan Gubernur Ali Sadiki. Dalam setahun keluarga Pak Ali harus bayar hingga Rp 180 juta. Ini membuat keluarga harus urunan mempertahankan rumah itu kalau tidak ingin dijual. Maka PBB rumah itu kami hapuskan dengan tujuan menghargai jasa besar Ali Sadikin kepada bangsa dan warga Jakarta selama ini. Hal yang sama juga kami berlakukan kepada keluarga para pahlawan lainnya,'' ujar Anies lagi.
Lagi bagaimana dengan warga DKI bisa? Anies mengatakan selama masa jabatannya sudah mengeluarkan kebijakan bila ada warga Jakarta hanya punya tanah seluas 60 meter persegi ke bawah, makaPBB-nya tak ada atau dihapuskan. Ini terjadi karena pihaknya mendapat data bahwa sebagian besar tanah warga Jakarta jarang, atau bahkan 60 persen, tak punya tanah di atas luas itu.''Saya pun tahu bahwa kalau batas tanah bebas PBB di Jakarta sampai 80 meter persegi, maka 80 persen orang Jakarta tak mempunya tanah seluas itu. Makanya supaya lebih adil maka saya tidak pilih kebijakan menghapuskan PBB untuk tanah warga Jakarta yang maksimal 80 meter persegi saja. Negara dalam hal ini masih punya pendapatan pajak.''
''Jadi kebijakan penghapusan PBB ini bagi warga Jakarta ini pun tak hanya dinikmati orang kaya saja yang punya tanah yang luas. Rumah seorang konglomerat di kawasan elit Senayan misalnya 60 meter persegi pertamanya juga pajak PBB-nya dibebaskan. Jadi dia hanya dibebani PBB bagi tanah selanjutnya,'' kata Anies.
Misalnya, rumah dia 500 meter. warga kaya di Senayan itu harus bayar PBB atas kepemilikan lahannya yang 440 meter saja. Sedangkan yang 60 meter dia dapat penghapusan PBB. "Itulah usaha kami yang kami lakukan. Pajak kami berusaha dikenakan kepada sesuatu yang bersifat produktif. Sedangkan kepemilikan tanah dalam jumlah tertentu adalah hak dasar bagi kehidupan setiap warga negara. PBB tidak dijadikan kami sebagai 'cara sopan' untuk mengusir warga tak mampu untuk meninggalkan Jakarta,''