Sabtu 06 Aug 2022 20:02 WIB

Majelis Taklim Miliki Fungsi Pembinaan Sosial

Program-program majelis taklim yang terorganisasi dan memberi dampak pada sosial

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Majelis Taklim ibu-ibu Muslimah (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Majelis Taklim ibu-ibu Muslimah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Sukron Kamil, mengatakan, majelis taklim merupakan lembaga pengajaran Islam yang bersifat informal dilaksanakan teratur dengan materi pengajaran tersendiri. Figur utama majelis taklim adalah ulama, kiai, atau ustaz. Mereka menyampaikan narasi keislaman kepada khalayak.

Menurutnya, pada masa Kekhalifahan Bani Umayyah, kata majelis ditujukan untuk menyebut tempat yang digunakan orang-orang un tuk mendialogkan berbagai hal, salah satunya berkaitan dengan sastra. Sementara, majelis taklim juga tidak persis dengan Kuttab, yakni semacam pendidikan dasar untuk anak-anak usia dini.

Baca Juga

Sementara itu, kata halaqah meski memiliki kedekatan makna dengan majelis taklim, menurut Prof Sukron, diksi tersebut lebih pada tarbiyah yang bersifat pengasuhan.]

"Majelis taklim itu khas Indonesia yang dibentuk berabad-abad silam dan terus berjalan hingga hari ini. Pengajarannya bersifat informal dan diberikan kepada mereka yang sudah dewasa. Kalau kepada yang masih muda, lebih sistematis itu kandisebut pesantren," kata Prof Sukron kepada Republika beberapa hari lalu.

Namun, majelis taklim bukan saja sebatas tempat pengajaran agama. Lebih dari itu, kini majelis taklim telah menjadi bentuk pembinaan sosial. Menurut Prof Sukron, itu terlihat dari program-program majelis taklim yang terorganisasi dan memberi dampak pada sosial ke masyarakatan, misalnya saja dengan melakukan penggalangan bantuan sosial, mengada kan arisan kelompok majelis taklim, dan lainnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement