REPUBLIKA.CO.ID, DHAHRAN – Rute dari Makkah ke Madinah yang melewati pegunungan berbatu Hijaz di Arab Saudi bukanlah jalur yang dapat dilalui dengan mudah. Namun 1.400 tahun yang lalu, Nabi Muhammad SAW terpaksa mengambilnya ketika harus meninggalkan Makkah untuk menghindari penganiayaan penduduk Makkah karena ajaran agamanya.
Dia dan para pengikutnya kemudian berangkat melalui jalan darat ke Madinah, sekitar 450 kilometer ke Utara, dalam perjalanan yang dikenal sebagai Hijrah. Maka untuk menandai perjalanan istimewa yang dilakukan pada tahun 622 Masehi itu, Saudi menceritakannya kembali melalui pameran yang komprehensif di Dhahran di Provinsi Timur Kerajaan.
Kepala program di King Abdulaziz Center for World Culture (Ithra) Ashraf Ehsan Fagih mengatakan pameran ini bertujuan untuk berbagi kisah dan relevansi Hijrah melalui tema cinta, perdamaian, kebebasan, toleransi, ketekunan, keberanian, dan persahabatan. Mereka juga menargetkan audiens yang luas.
"Kami menargetkan audiens global, bukan orang Arab atau Muslim saja, dengan pameran ini. Kami menargetkan semua orang yang ingin tercerahkan oleh pesan universal Hijrah," katanya dilansir dari Arab News, Jumat (5/8/2022).
Ithra adalah salah satu lembaga budaya terkemuka di Kerajaan yang dibangun oleh Saudi Aramco dan diresmikan oleh Raja Salman pada Desember 2016. Tim Ithra menghabiskan waktu tiga tahun untuk mempersiapkan pameran bertajuk “Hijrah: Jejak Nabi."
Pameran ini akan berlangsung selama lima tahun. Setelah sembilan bulan pertama di Ithra, pameran akan pindah ke Riyadh dan Jeddah sebelum menuju ke luar negeri.
Pameran itu dikuratori oleh tim ahli internal Ithra bekerja sama dengan Dr Abdullah Hussein Alkadi, yang dianggap sebagai otoritas terkemuka dunia tentang Hijrah dan salah satu penulis biografi terbesar Nabi Muhammad SAW. Ithra mengklaim pameran ini jadi yang pertama yang memetakan urutan peristiwa yang menyebabkan keputusan Nabi Muhammad untuk meninggalkan Makkah menuju kota Yatsrib, nama Madinah pra-Islam. Hingga perjuangan yang dia hadapi di sepanjang jalan.
Menyusul ancaman dan penganiayaan oleh orang-orang Makkah, yang berpuncak pada upaya untuk membunuhnya, Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar dan sekelompok kecil pengikutnya berangkat ke Yatsrib. Nabi disambut dengan hangat oleh Anshor atau anggota suku Al-Khazraj dan Al-Aws di wilayah itu.
Sebagai pengakuan atas kedermawanan suku itu, kota Yatsrib kemudian berganti nama menjadi Al-Madinah Al-Munawwarah, yang berarti Kota yang Tercerahkan. “Perjalanan Hijrah menandai berlalunya waktu dan awal dari kalender Islam dan selama lebih dari 1 miliar Muslim di seluruh dunia Hijrah dianggap sebagai ibu dari semua perjalanan,” kata Idries Trevathan, kurator in-house Ithra seni dan budaya Islam.
“Ini menandai ketika Nabi Muhammad dan para pengikutnya berubah dari minoritas yang teraniaya menjadi komunitas dalam peradaban dunia. Itu adalah peristiwa terpenting dalam hidupnya, dan itu mengubah jalannya sejarah,"tambahnya.
Untuk mengkurasi pameran, tim mengekstrak cerita dari manuskrip tua yang ditulis pada abad pertama Islam. Mereka juga melakukan perjalanan yang menghabiskan sekitar satu bulan untuk perjalanan darat dari Makkah ke Madinah, mengikuti jejak Nabi Muhammad.
Kumail Almusaly, kurator pameran perjalanan di Ithra, mengatakan, seseorang akan mencapai tingkat kesadaran yang berbeda selama perjalanan. “Kami menghabiskan hari-hari mendaki ke puncak berbagai gua, mengalami nyeri otot, dan juga mengagumi keindahan pemandangannya. Kami mengalami ketekunan yang dibutuhkan Nabi Muhammad untuk perjalanan ini," katanya.
Sebuah film dokumenter tentang perjalanan Trevathan dan Almusaly mengikuti jejak Nabi Muhammad saat ini sedang dalam produksi dan akan diputar untuk umum pada akhir tahun ini. Trevathan ingat bahwa perjalanan itu berat tetapi sangat bermanfaat.
“Ketika Anda berjalan di rute itu, itu adalah pengalaman spiritual. Sulit, dan sebagian besar rute masih tidak dapat diakses dengan mobil. Anda harus menjalaninya. Merupakan hak istimewa yang luar biasa untuk berjalan sendiri di rute itu dan memiliki hubungan dengan Nabi Muhammad melalui lanskap," ujarnya.
“Apa yang ingin kami sebarkan dalam pameran ini adalah tradisi luar biasa dalam budaya pra-Islam, tetapi juga dalam apa yang dikenal sebagai wuquf ‘ala al-atlal, atau singgah di reruntuhan, untuk merenungkan apa yang terjadi di sana," tambahnya.