Ahad 07 Aug 2022 12:33 WIB

Komnas HAM: Dugaan Pelecehan Seksual Brigadir J ke Istri Sambo Masih Sumir

Komnas HAM sebut dugaan pelecehan seksual Brogadir J ke istri Ferdy Sambo masih sumir

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sebut dugaan pelecehan seksual Brogadir J ke istri Ferdy Sambo masih sumir
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sebut dugaan pelecehan seksual Brogadir J ke istri Ferdy Sambo masih sumir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku masih ragu atas dugaan pelecehan seksual yang menjadi sebab pemicu tewasnya Brigadir Joshua (J) saat beradu tembak dengan Bharada Eliezer (E) di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, tim penyelidikannya, belum memiliki bukti, atau akurasi informasi apa pun, atas dugaan amoral yang dialami Nyonya Sambo yang disebut kepolisian selama ini, sebagai motif peristiwa, atau pangkal kronologis adu tembak antara Bharada E, yang menewaskan Brigadir J.

Baca Juga

“Soal dugaan kekerasan seksual, atau dugaan pelecehan terhadap Ibu PC (Nyonya Sambo), semuanya belum ada pembuktian. Semua, belum ada yang bisa memastikan, apakah itu (dugaan pelecehan) terjadi atau tidak,” ujar Taufan, Sabtu (6/8/2022).

Taufan mengatakan, penjelasan adanya dugaan pelecehan seksual terhadap Nyonya Sambo, sebagai latar peristiwa adu tembak antara Bharada E, yang menewaskan Brigadir J, selama ini hanya bersumber dari Polri. Hal tersebut, pun berdasarkan pelaporan dari Irjen Sambo, dan Nyonya Sambo, ke Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel).

Akan tetapi, sampai hari ini, pun proses penyidikan kasus dugaan pelecehan tersebut, tak jelas arah majunya. Meskipun kasusnya sudah disupervisi oleh tim penyidik Polda Metro Jaya, bahkan belakangan penanganannya ditarik ke Bareskrim Polri.

Namun, pengungkapan dugaan amoral Brigadir J, terhadap Nyonya Sambo, masih gulita. Sementara itu, di Komnas HAM, kata Taufan, sampai hari ini, belum mendapatkan penjelasan, ataupun pengakuan, dan keterangan langsung dari PC.

Namun begitu, kata Taufan, Komnas HAM tetap menghormati hak-hak PC sebagai pelapor atas dugaan pelecehan itu. Sebab, Taufan menegaskan, konstruksi pengakuan HAM, memposisikan pihak pelapor dugaan pelecehan, sebagai korban.

Sebab itu, dikatakan dia, menjadi sulit bagi siapa pun, termasuk Komnas HAM, untuk melakukan semacam intervensi, agar Nyonya Sambo dapat diperiksa langsung. Apalagi, mengingat PC, kata Taufan, saat ini dikabarkan masih mengalami traumatik atas peristiwa yang menewaskan Brigadir J di rumah dinas suaminya itu.

Sebab itu, Komnas HAM, kata Taufan, mengusulkan agar perlu untuk menghadirkan tim psikologis independen, agar memastikan kondisi pasti dari Nyonya Sambo.

“Sebetulnya, kita (Komnas HAM), termasuk penyidik, bisa mendatangkan tim psikologis independen, untuk menguji ulang, apakah benar dia (Nyonya Sambo), mengalami PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder),” ujar Taufan.

Karena, sejak kejadian hari nahas, Jumat (8/7), sampai sekarang, tak ada kebenaran pasti tentang kondisi dari Nyonya Sambo. “Kalau benar dia (Nyonya Sambo), mengalami traumatik, kita benar-benar harus wajib menghormati hak-haknya. Tetapi, kalau tidak (traumatik), maka seharusnya sudah bisa dilakukan pemeriksaan terhadapnya. Termasuk untuk bisa dimintai keterangan di Komnas HAM,” ujar Taufan.

Keterangan dari Nyonya Sambo, menurut Taufan, sangat penting untuk menguak tuntas, peristiwa apa yang sebenarnya melatarbelakangi tewasnya Brigadir J. Serta, untuk mengungkap fakta sebenarnya siapa yang melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J.

“Juga untuk memastikan, ada atau tidaknya, benar atau tidaknya dugaan pelanggaran hak asasi, atas kekerasan, ataupun pelecehan seksual itu,” terang Taufan.

Versi kepolisian, kematian Brigadir J, awalnya disebut, terjadi dalam baku tembak dengan Bharada E. Kejadian baku tembak tersebut, terjadi di rumah dinas Irjen Sambo, di kawasan Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (8/7).

Bharada E, dan Brigadir J, sebetulnya sama-sama anggota kepolisian yang berdinas tugas di satuan Divisi Propam Polri, di bawah komando, dan menjadi ajudan dan pengawal keluarga Irjen Sambo, sebagai Kadiv Propam. Bharada E, berasal dari satuan Brigadir Mobil (Brimob). Sedangkan Brigadir J, berasal dari satuan Bareskrim.

Disebutkan oleh kepolisian awalnya, baku tembak keduanya terkait dengan insiden amoral dan pembelaan diri. Dikatakan, Bharada E menembak sampai mati Brigadir J dengan Glock-17 sebanyak lima kali, karena mendapati rekannya itu melakukan pelecehan seksual, dan ancaman kekerasan berupa penodongan pistol HS-16, ke Putri Candrawathi Sambo, isteri Irjen Sambo.

Bharada E, pun dikatakan sempat mendapat serangan dari Brigadir J, berupa tembakan tujuh kali. Namun, tak ada yang kena.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement