REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah memproyeksi kemungkinan terjadinya krisis ekonomi tahun 2023 yang dapat menganggu stabilitas dalam negeri. Sektor pangan menjadi salah satu fokus pemerintah agar ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat tetap terjaga.
Dalam beberapa pekan terakhir, Presiden Joko Widodo juga kerap melakukan rapat terbatas di Istana Negara bersama jajarannya untuk membahas situasi pangan nasional. Dalam unggan media sosial, Presiden pun selalu mengingatkan masyarakat akan situasi krisis ekonomi yang melanda dunia.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, mengatakan, dalam rapat-rapat pimpinan, Presiden meminta seluruh jajarannya untuk melakukan upaya luar biasa.
"Bukan yang biasa-biasa saja, karena kondisi hari ini, terutama tahun 2023 nanti pastinya ada tiga krisis: krisis pangan, energi, dan keuangan," kata Arief kepada Republika Ahad (7/8/2022).
Arief mengatakan, sejak dirinya dilantik sebagai Kepala NFA Februari lalu, Presiden Jokowi pun menegaskan setiap pekan, pemerintah harus mengadakan rapat khusus membahas kondisi pangan.
Menurut Arief, salah satu instruksi utama Presiden yakni agar Indonesia bisa mengoptimalisasi produksi-produksi pangan yang memang dapat diproduksi. Hanya saja, sektor pertanian Indonesia masih menjumpai sejumlah kendala, terutama dalam tahap pasca panen.
"Masih diperlukan teknologi pasca panen, mulai dari pengering hingga silo-silo penyimpanan, itu yang kita masih perlukan," katanya.
Ia pun menegaskan, seluruh komoditas pangan pokok strategis yang masih dipenuhhi dari impor namun dapat diproduksi dalam negeri, tetap diupayakan menuju swasembada. Di antaranya, daging sapi, bawang putih, gula, hingga kedelai.
Arief menuturkan, situasi harga global saat ini sudah jauh lebih tinggi. Dahulu, Indonesia mengimpor lantaran harga luar negeri lebih murah dari harga domestik. Namun saat ini, situasi tak lagi sama.
Namun, ia menegaskan, upaya peningkatan produksi tak akan mampu dicapai tanpa perbaikan kesejahteraan petani.
"Selalu statement saya kepada Presiden, produktivitas itu berbanding lurus dengan kesejahteraan petani. Jadi ketika petani diperhatikan, harga dibeli dengan harga baik, mereka akan sukarela menanam sendiri, itu kuncinya," kata Arief.
Sesuai dengan kewenangan NFA, ia menyampaikan sembilan bahan pokok yang menjadi tanggung jawab akan diatur harga acuannya. Itu untuk memberikan kepastian kepada petani sebagai produsen pangan.
"Selain itu, kita harus memulai kolaborasi stakholders, dengan kementerian lembaga, asosiasi, perguruan tinggi, hingga BUMN dan BUMD. Semua harus berkolaborasi," ujarnya.