Senin 08 Aug 2022 13:42 WIB

Pengamat Prediksi Nasdem Gabung KIB dengan Syarat Jika Gagal Berkoalisi

Masih ada tiga partai yang masih membangun komunikasi.

Bendera partai politik (ilustrasi)
Foto: PDK.OR.ID
Bendera partai politik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih ada tiga partai yang sudah sering menggelar pertemuan dan menjalin komunikasi tapi masih belum secara resmi membentuk koalisi. Mereka adalah Nasdem, Demokrat, dan PKS.

Sementara; Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa disebut-sebut akan membangun koalisi untuk menghadapi pemilu dan pilpres 2024. Bahkan, mereka berencana mendaftar ke KPU bersama-sama.

Baca Juga

Sebelumnya, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan sudah lebih dulu membentuk koalisi. Malah sudah resmi yaitu Koalisi Indonesia Bersatu.

Selain partai-partai dan koalisi di atas, PDIP menjadi satu-satunya partai yang bisa mencalonkan capres-cawapres mereka sendiri. Artinya, tanpa berkoalisi dengan partai lainnya, mereka tetap bisa ikut berlaga di pilpres.

Lalu, bagaimana bila ketiga partai yakni Nasdem, Demokrat, dan PKS itu gagal membangun koalisi, kemana akan berlabuh?

Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai Partai Nasdem kemungkinan akan bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

"Asalkan Nasdem bisa mengusung Anies Baswedan sebagai capres, dan Airlangga Hartarto cawapres, atau sebaliknya, Airlangga capres, Anies cawapres," ujarnya.

Ujang mengatakan partai Demokrat juga akan berlaku sama. Partai itu akan bergabung dengan KIB jika AHY masuk dalam calon yang akan diusung Pilpres 2024.

Namun, Jika tidak bisa mengajukan AHY, maka mereka tidak akan mau masuk PDIP, juga KIB dan Gerindra-PKB. Begitu juga dengan PKS.

"Mereka akan main di tengah saja, akan memenangkan pileg saja. Kalau mereka tidak jadi berkoialisi, mereka akan berpencar, mengamankan pileg paling tidak," kata Ujang lagi.

Meskipun demikian  Ujang meyakini poros keempat yang terdiri dari Nasdem, Demokrat dan PKS akan terwujud.

Selain itu, ia menambahkan, soal koalisi tidak ada yang berdasarkan ideologi. Atau pun jika ideologi mereka sama, maka ideologi itu adalah kepentingan, pragmatisme.

"Mereka tetap akan berkoalisi karena soal harga diri dan soal mereka ingin menjadi penentu dalam koalisi, tidak ingin jadi follower. Jadi ingin menentukan dalam konteks koalisi memenangkan capres-cawapres yang akan didukungnya," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement