Senin 08 Aug 2022 15:19 WIB

Setahun Setelah Taliban Berkuasa, Warga Afghanistan Masih Bersembunyi

Taliban mengincar orang-orang yang berhubungan dengan AS dengan sistem digital.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Seorang pejuang Taliban berjaga di lingkungan Syiah Dasht-e-Barchi, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 7 Agustus 2022. Satu tahun setelah Taliban menguasai Afghanistan, sebagian besar mantan staf yang pernah bekerja di kantor maupun lembaga pemerintahan sebelumnya yang didukung Amerika Serikat (AS), masih bersembunyi.
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Seorang pejuang Taliban berjaga di lingkungan Syiah Dasht-e-Barchi, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 7 Agustus 2022. Satu tahun setelah Taliban menguasai Afghanistan, sebagian besar mantan staf yang pernah bekerja di kantor maupun lembaga pemerintahan sebelumnya yang didukung Amerika Serikat (AS), masih bersembunyi.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Satu tahun setelah Taliban menguasai Afghanistan, sebagian besar mantan staf yang pernah bekerja di kantor maupun lembaga pemerintahan sebelumnya yang didukung Amerika Serikat (AS), masih bersembunyi. Mereka takut ditangkap dan dibunuh oleh Taliban.

Tahun lalu seorang warga Afghanistan, Sadaf sedang bekerja di kantor jaksa agung di pinggiran kota Kabul ketika saudara perempuannya menelepon dan memberikan kabar bahwa Taliban telah memasuki ibu kota Afghanistan. Saudara perempuan Sadaf memintanya untuk segera pulang.

Baca Juga

“Tutup wajahmu! Dan jangan beri tahu siapa pun di mana kamu bekerja,” kata saudara perempuan Sadaf dengan suara bergetar ketakutan.

Sadaf tidak mengetahuinya saat itu. Tetapi Sadaf menyadari, kembalinya Taliban adalah awal dari pengasingan di negaranya sendiri. Ketika mendapatkan kabar bahwa Taliban telah mengambil alih Kabul, Sadaf menyambar tasnya dan bergegas keluar dari kantor. Dia menarik menutupi wajahnya dengan jilbab dan menyelipkan ID kantornya ke dalam sepatunya.

Sadaf mengatakan, ketika itu jalan-jalan macet dan orang-orang berlarian ke segala arah untuk melarikan diri. Saat itu, Sadaf pulang dengan berjalan kaki. Sekitar setengah jalan pulang, dia menumpang sebuah kendaraan dan tiba di rumahnya dua jam kemudian.

Setibanya di rumah, Sadaf dengan cepat memeluk ketiga anaknya, lalu bersembunyi di kamar tidur. Dia mengumpulkan semua dokumen identitasnya dan dokumen apa pun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Dia kemudian membakar semua dokumen itu di wastafel kamar mandi.

“Saya sangat takut,” kata Sadaf, yang telah bekerja di kantor pemerintah selama lebih dari 25 tahun.

Sadaf meminta agar nama belakangnya tidak digunakan, karena alasan keamanan. Taliban sebelumnya telah mengebom kendaraan yang ditumpangi  Sadaf. Ketika itu, Sadaf terluka dan kehilangan beberapa rekannya.

“Saya tidak ingin apa pun jatuh ke tangan Taliban,” kata Sadaf melalui pesan teks dari lokasi yang dirahasiakan di Afghanistan.

Seminggu setelah Taliban mengambil alih Afghanistan, beberapa pria mengetuk pintu rumah Sadaf. Sekelompok pria itu menggeledah rumah Sadaf selama berjam-jam. Mereka mengetahui bahwa Sadaf adalah staf di kantor kejaksaan. Setelah menggeledah, sekelompok pria itu mengatakan bahwa mereka akan terus mengawasi Sadaf dan keluarganya.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement