Selasa 09 Aug 2022 00:25 WIB

Bencana Hidrometeorologi Basah dan Kering Terjadi Bersamaan Akibat Perubahan Iklim

Perubahan iklim meningkatkan intensitas dan durasi cuaca ekstrem.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus raharjo
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mendengarkan paparan dari State Minister for Cabinet Affairs in charge of Economic Security and Disaster Management Japan Keitaro Ohno (tidak tampak di foto) dalam pertemuan bilateral Indonesia dengan Jepang dalam rangkaian Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (24/5/2022). Pertemuan bilateral tersebut membahas kerja sama antara Indonesia dan Jepang dalam hal penanganan bencana.
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mendengarkan paparan dari State Minister for Cabinet Affairs in charge of Economic Security and Disaster Management Japan Keitaro Ohno (tidak tampak di foto) dalam pertemuan bilateral Indonesia dengan Jepang dalam rangkaian Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (24/5/2022). Pertemuan bilateral tersebut membahas kerja sama antara Indonesia dan Jepang dalam hal penanganan bencana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan dampak perubahan iklim telah terlihat dengan terjadinya bencana hidrometereologi basah dan kering dalam waktu bersamaan di suatu daerah. Bencana hidrometereologi basah di antaranya seperti banjir, banjir bandang, maupun tanah longsor. Sedangkan hidrometereologi kering seperti kekeringan dan kebakaran hutan.

"Saat ini akibat perubahan iklim, kita sudah melihat ragam bencana hidrometereologi basah dan kering bisa terjadi pada waktu bersamaan dalam suatu daerah," kata Suharyanto dalam Rakornas BMKG 2022 'Peran Info BMKG dalam Mendukung Ketahanan dan Kedaulatan Pangan Nasional secara daring', Senin (8/8/2022).

Baca Juga

Suharyanto mengatakan dampak fenomena perubahan iklim juga semakin terasa di wilayah Indonesia. BNPB menilai tantangan pengurangan risiko bencana ke depan akan semakin kompleks. Sehingga, diperlukan langkah-langkah antisipatif yang semakin terintegrasi antara BNPB dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)

"Perlu penguatan koordinasi dan kerja sama dari hulu yang menjadi domain BMKG hingga ke hilir yang menjadi ranah BNPB akan terus kita perkuat sehingga visi besar resiliensi bangsa yang berkalnjutan dapat segera kita wujudkan," kata Suharyanto.

Karena itu, Suharyanto berharap melalui Rakornas BMKG ini bisa menghasilkan kebijakan maupun rekomendasi yang bermanfaat untuk pengurangan risiko bencana. Sebelumnya, BMKG mengingatkan dampak perubahan iklim dapat mengancam kedaulatan pangan nasional.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena perubahan iklim yang berakibat pada semakin meningkatnya frekuensi intensitas dan durasi cuaca ekstrem. Kondisi ini akan mengganggu kegiatan pertanian dan perikanan, bahkan mengancam produktivitas hasil panen dan tangkap ikan.

"Perubahan iklim ini tentunya berakibat pada ancaman terhadap ketahanan pangan di wilayah Indonesia," kata Dwikorita dalam Rakornas BMKG 2022, Senin (8/8/2022).

Dwikorita mengatakan fenomena perubahan iklim menyebabkan sering terjadinya bencana banjir, longsor, banjir bandang, badai tropis, puting beliung hingga kekeringan. Berbagai kejadian ekstrem dan bencana hidrometeorologi ini juga dikhawatirkan mengganggu ketahanan pangan serta dapat berakibat pula pada terganggunya kedaulatan pangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement