REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR beraudiensi dengan Dewan Pers yang menyampaikan pandangan terkait rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP). Prinsipnya, Fraksi PDIP menerima masukan Dewan Pers terkait RKUHP, khususnya terkait pasal-pasal kontroversial di dalamnya.
"Yang bisa saya sampaikan adalah secara masukan dan inventaris dari Dewan Pers sudah masuk undang-undangnya dan kita coba memperbaiki dan kita coba mempertajam pasal-pasal yang ada di RKUHP ini," ujar anggota Komisi III Fraksi PDIP Ichsan Soelistio di Ruang Fraksi PDIP, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/8/2022).
Ia mengungkapkan, pihaknya juga memiliki kekhawatiran yang sama terkait sejumlah pasal yang ada dalam RKUHP. Terutama Pasal 219, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden/wapres dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
"Kami juga melihat pasal yang menarik prinsipnya sama, karena sekarang pribadi bisa membuat berita medsos ini sehingga timbulah persoalan. Di mana tanggung jawab orang-orang ini," ujar Ichsan.
"Sehingga di pasal ini ditegaskan oleh Dewan Pers, setiap orang yang melapor, menyebarkan informasi dengan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik," sambungnya.
Pihaknya akan menyampaikan usulan Dewan Pers terkait sejumlah pasal yang berpotensi hilangkan kebebasan pers kepada Komisi III. Agar ada penegasan di dalam pasal-pasal tersebut, supaya kekhawatiran Dewan Pers tak terjadi.
"Di pasal ini kita pertegas, nah saya pikir itu aja poin-poin yang penting untuk kita bahas, tetapi yang bisa saya sampaikan adalah secara masukan dan inventaris dari Dewan Pers sudah masuk undang-undangnya dan kita coba memperbaiki dan kita coba mempertajam pasal-pasal yang ada di RKUHP ini," ujar Ichsan.
Menurut Dewan Pers, setidaknya, ada sembilan pasal yang berpotensi yang didesak untuk direvisi atau diubah. Pertama adalah Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara. Kedua, Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Ketiga, Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah , serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum). Selanjutnya, Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.
Lalu, Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan. Keenam, Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan. Ketujuh, Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
Delapan, Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan Pencemaran Nama Baik. Terakhir, Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.