Senin 08 Aug 2022 19:25 WIB

Sekjen PBB Minta Negara Pemilik Nuklir Patuhi Komitmen

Kekhawatiran bom atom meningkat di tengah ancaman serangan nuklir Rusia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyampaikan pidato di Klub Pers Nasional Jepang di Tokyo, Senin, 8 Agustus 2022. Guterres mendesak negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk tetap pada komitmen senjata atom mereka yang tidak digunakan pertama kali, memperingatkan bahwa perlombaan senjata nuklir telah kembali di tengah meningkatnya ketegangan internasional.
Foto: AP Photo/Eugene Hoshiko)
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyampaikan pidato di Klub Pers Nasional Jepang di Tokyo, Senin, 8 Agustus 2022. Guterres mendesak negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk tetap pada komitmen senjata atom mereka yang tidak digunakan pertama kali, memperingatkan bahwa perlombaan senjata nuklir telah kembali di tengah meningkatnya ketegangan internasional.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak negara-negara yang memiliki senjata nuklir mematuhi komitmen untuk tidak menggunakan senjata atom. Peringatan tentang perlombaan senjata nuklir kembali mencuat di tengah semakin memanasnya ketegangan internasional.

"Inilah saatnya meminta negara-negara dengan senjata nuklir untuk mematuhi komitmen pada prinsip tidak menjadi yang pertama menggunakannya dan tidak menggunakannya dan tidak mengancam negara-negara yang tak memiliki nuklir," kata Guterres dalam konferensi pers di Jepang, Senin (8/8/2022).

Baca Juga

Hal ini ia sampaikan usai mengunjungi Hiroshima untuk memperingati korban bom nuklir 6 Agustus 1945.

"Saya kira siapa pun, siapa pun dapat menerima gagasan perang nuklir baru dapat terjadi. Ini akan menghancurkan planet, apa yang jelas siapa pun yang pertama yang menggunakannya tidak akan ada perang nuklir," kata Guterres.

Kekhawatiran bom atom meningkat di tengah ancaman serangan nuklir Rusia sejak perang di Ukraina di mulai Februari lalu. Pada Kamis (4/8/2022) lalu Moskow menembak Kota Zaporizhzhia, lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir di Ukraina. Saat ditanya tentang serangan tersebut.

"Serangan apapun pada pembangkit listrik tenaga nuklir merupakan tindakan bunuh diri," jawab Guterres.

Ia mengatakan mendukung sepenuhnya upaya Badan Energi Atom Internasional menstabilkan pembangkit listrik tersebut dan untuk mendapatkan akses ke fasilitas tersebut agar dapat memenuhi mandatnya.

Guterres mengatakan setelah puluhan tahun mencoba menyingkirkan senjata nuklir kini dunia justru "melangkah mundur". Ia mencatat saat ini dunia memiliki 13 ribu bom nuklir dan berinvestasi besar untuk memodernisasi senjata atom.

"Maka ini waktunya untuk mengatakan: Hentikan," katanya. Ia mengatakan miliaran dolar yang digunakan untuk perlombaan senjata harusnya dipakai menekan isu lain.

"Miliaran digunakan yang untuk perlombaan senjata harusnya digunakan untuk memerangi perubahan iklim, memerangi kemiskinan, memenuhi kebutuhan komunitas internasional," katanya.

Ia mengatakan akan berkunjung ke Mongolia dan Korea Selatan untuk membahas cara mengatasi pengembangan nuklir Korea Utara. Ketika ketegangan geopolitik menguat dan ancaman nuklir kembali, Guterres mengatakan, suara kuat dan konsisten Jepang dalam menentang senjata nuklir lebih penting dari sebelum-sebelumnya.

Ia meminta Negeri Sakura untuk menggunakan posisi uniknya sebagai satu-satunya negara yang menderita akibat serangan nuklir untuk menjadi "pembangun jembatan dan pencipta perdamaian untuk memperkuat kerja sama dan solidaritas dan kepercayaan global."

Guterres mengatakan ia mengandalkan potensi Jepang untuk menjadi pemimpin dalam mengatasi perubahan iklim. Ia mendesak Tokyo berhenti mendanai proyek-proyek batu bara.

Jepang yang belum menentukan kapan akan sepenuhnya melarang pembangkit listrik tenaga batu bara, enggan untuk melarang energi batu bara secepat negara-negara Eropa. Jepang yang merupakan perekonomian nomor tiga di dunia fokus mengembangkan metode membakar amonia di pembangkit listrik tenaga batu bara konvensional dan perlahan-lahan mengakhiri penggunaan batu para sekitar tahun 2040-an.

Jepang juga ingin mempromosikan teknologi "batu bara bersih" di Asia untuk mencapai emisi nol. Pakar energi dan kritikus mengatakan target Jepang menggunakan 20 sampai 23 persen energi nuklir kebutuhan energinya pada 2030 terlalu ambisius.

Jepang berjanji pada ketika itu tercapai emisi mereka akan terpangkas 46 persen dibandingkan tahun 2013.

"Tidak ada yang namanya batu bara bersih, untuk perubahan nyata, saya berharap masyarakat dan pemodal swasta Jepang sepenuhnya berhenti membiayai batu bara," kata Guterres.

Ia berharap melalui bank-bank pembangunan multilateral, Jepang "segera berinvestasi dan membantu negara-negara berkembang memperluas energi terbarukan dan membangun ketahanan iklim" untuk mencari solusi yang tepat bagi kebutuhan mereka dalam mengatasi kedaruratan iklim.

"Saya meminta Jepang mengambil keputusan yang tepat bagi Jepang dan bagi seluruh dunia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement