REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menyampaikan kondisi memprihatinkan para petani Indonesia yang sudah puluhan tahun ketergantungan pada pupuk kimia. Ia pun menegaskan, pemerintah harus segera mengurangi ketergantungan itu dengan pendampingan petani agar beralih kepada pupuk organik.
Syahrul mengatakan, pemerintah juga mendukukung penuh adanya produksi pupuk-pupuk organik yang dihasilkan. "Kita harus hadirkan pupuk organik karena sekian puluh tahun memakai pupuk kimia. Tanah juga jadi rusak. Ini saatnya perbaiki itu semua," kata Syahrul dalam webinar, Senin (8/8/2022).
Ia mengatakan, pemerintah juga telah membatasi alokasi pupuk subsidi menjadi hanya dua jenis, yakni NPK dan Urea. Dua jenis pupuk itu yang paling dibutuhkan petani untuk kebutuhan petani.
Kendati demikian, Syahrul pun mengingatkan, banyak pula petani sukses di Indonesia tanpa harus menggunakan pupuk bersubsidi. "Jadi ayo kita main dengan pupuk ramah lingkungan, penyuburan tetap. Tetapi bisa kita lakukan dengan bahan yang ada di sekitar kita. Semua kearifan lokal," katanya.
Lebih lanjut, ia juga meminta jajarannya untuk terus melakukan pendekatan kepada petani. Tujuannya agar secara perlahan ketergantungan pada pupuk kimia bisa diperkecil.
Di satu sisi, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia juga menjadi momentum yang tepat. Sebab, krisis pupuk dunia sedang terjadi, terlebih saat Rusia sebagai produsen pupuk terlibat perang dengan Ukraina. Harga pupuk kimia dunia terus meningkat dan membuat petani semakin terhimpi. "Kita harus berpikir, jangan tunggu harga pupuk turun dalam dua tahun ini karena di dunia sedang krisis pupuk," katanya.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Suwandi, menambahkan, melalui penggunaan pupuk organik, bukan tidak mungkin produktivitas padi nasional akan meningkat. Kementan pun sedang mengejar kenaikan rata-rata produktivtas petani menjadi minimal 6 ton per hektare (ha) dari saat ini sekitar 5,2 ton per hektare.