Senin 08 Aug 2022 20:06 WIB

Optimisme Bahlil di Tengah Kabar Suram Ekonomi Tahun Depan

Bahlil tidak sependapat ekonomi global dinilai akan suram pada tahun depan.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meyakini di tengah ketidakstabilan global ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meyakini di tengah ketidakstabilan global ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Antara

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meyakini laju investasi masih tetap moncer meski IMF menyatakan prospek ekonomi global pada tahun 2023 suram dan akan lebih sulit. Optimisme Bahlil berdasarkan masih adanya komitmen investasi untuk masuk pada 2023, demikian pula realisasi investasi yang berlanjut dari proyek yang sudah berjalan tahun ini.

Baca Juga

"Insya Allah saya yakin bisa karena kita mempunyai beberapa data investasi yang berprospek untuk masuk ke Indonesia pada 2023. Di samping itu, sebagian investasi yang sudah jalan di 2022, tidak mungkin pabrik mereka akan disetop. Kan di 2022 ada yang baru selesai 50 persen, 60 persen, yang akan dilanjutkan ke 2023," katanya dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (8/8/2022).

Bahlil mengungkapkan, sebagaimana arahan Presiden Jokowi, Kementerian Investasi diminta agar tidak hanya mendorong investasi dengan teknologi tinggi tetapi juga teknologi yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. "Itu yang sekarang kita clear-kan. Jadi investasi naik, tapi lapangan pekerjaannya juga harus imbang," imbuhnya.

Lebih lanjut, Bahlil mengaku tidak sependapat terkait prospek ekonomi global yang dinilai akan suram pada tahun depan. Menurut dia, kondisi ekonomi global memang tidak menentu, namun hal itu tidak menjadi rujukan dalam pengelolaan ekonomi dunia atau semua negara.

"Saya kadang agak kurang sependapat, kalau diasumsikan bahwa ekonomi 2023 itu suram. Saya tidak bermaksud mengatakan begitu, tapi kondisi ekonomi global tidak menentu, iya, saya setuju. Dan sekarang ini tidak ada satu rujukan yang komprehensif untuk itu dijadikan referensi dalam pengelolaan ekonomi dunia atau negara masing-masing," katanya.

Hal itu lantaran kondisi yang terjadi saat ini, yaitu dampak perang, pandemi Covid-19 yang belum usai hingga inflasi global, merupakan situasi di luar kelaziman. Menurut Bahlil, di tengah ketidakpastian global itu, investasi di Indonesia diyakininya masih akan bisa tumbuh.

Presiden Jokowi bahkan memberikan target realisasi investasi yang lebih tinggi pada 2023 mendatang. Padahal, target realisasi investasi tahun 2022 ini saja dipatok Rp 1.200 triliun.

Bahlil menilai investasi yang digenjot pada 2023 mendatang merupakan cara untuk bisa menambal ruang pembiayaan yang menurun karena defisit APBN harus dijaga di bawah 3 persen. "Untuk 2023, Bapak Presiden memberikan target lebih besar dari sekarang, Rp1.200 triliun lebih. Angkanya berapa nanti kami lagi exercise (bahas) karena di 2023 kita sudah mengurangi defisit yang tadinya di atas 3 persen, di 2023 defisitnya turun di bawah 3 persen. Kalau defisitnya turun, berarti ruang belanja pembiayaan menurun. Maka harus ada komponen yang bisa menambal, salah satunya investasi," kata Bahlil.

Gejolak perekonomian di tahun depan diantisipasi Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan membuat Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 yang mampu menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak perekonomian dan ketidakpastian global yang terjadi atau sebagai shock absorber. “APBN 2023 harus didesain untuk bisa mampu tetap menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak yang terjadi, ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber. Namun, di sisi lain Bapak Presiden juga meminta agar APBN tetap dijaga supaya tetap kredibel dan sustainable atau sehat, sehingga ini adalah kombinasi yang harus dijaga,” ujar Sri Mulyani, saat konferensi pers usai Sidang Kabinet Paripurna terkait Nota Keuangan dan RAPBN 2023 di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/8).

Menkeu menjelaskan, pada 2022 dunia diproyeksikan akan mengalami perlemahan pertumbuhan ekonomi, sementara inflasinya meningkat tinggi. Karena itu, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi ekonomi global dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen untuk tahun ini dan dari 3,6 persen menjadi 2,9 persen untuk 2023.

“Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat. Menurut IMF tahun ini inflasi akan naik ke 6,6 persen dari sisi di negara maju, sementara inflasi di negara-negara berkembang akan pada level 9,5 persen, ini juga naik sekitar 0,8 (persen)," lanjutnya.

Dengan adanya kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju, maka akan terjadi reaksi dari sisi kebijakan moneter dan likuiditas yang diperketat sehingga memacu capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan. Untuk itu, Menkeu bersama-sama dengan Gubernur Bank Indonesia terus meramu kebijakan fiskal dan moneter yang fleksibel, namun pada saat yang sama juga efektif dan kredibel.

Menurut Sri Mulyani, perekonomian Indonesia pada 2022 tumbuh sangat baik. Hal ini antara lain terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal II 2022 yang mencapai 5,44 persen. Angka tersebut berada di atas perkiraan optimistis pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 5,2 persen.

Karena itu, ia pun mendorong agar pertumbuhan ekonomi tersebut dapat terus dijaga, terutama berkaitan dengan faktor-faktor di sisi domestik yakni konsumsi dan investasi serta belanja pemerintah, karena situasi global penuh ketidakpastian.

Ia juga mengatakan, Presiden meminta seluruh kementerian lembaga agar fokus merealisasikan belanja pemerintah pada tahun ini. Terutama digunakan untuk membeli produk-produk yang memiliki kandungan lokal tinggi, yakni produk dalam negeri.

"Ini semuanya akan bisa mendukung pemulihan ekonomi yang makin kuat di kuartal ketiga dan kuartal keempat pada saat lingkungan global sedang mengalami kecenderungan gejolak," jelasnya.

Anggota DPR RI Kamrussamad mengingatkan pemerintah tidak euforia dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,44 persen pada kuartal II tahun 2022 dibandingkan periode sama dengan tahun sebelumnya. "Pertumbuhan ekonomi kuartal II ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor," katanya dalam keterangan tertulis.

Anggota Komisi XI DPR RI itu menjelaskan sektor konsumsi tumbuh 5,51 persen dan berkontribusi 2,92 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara ekspor tumbuh 19,74 persen dan berkontribusi 2,14 persen pada pertumbuhan ekonomi.

Dia mengingatkan terdapat keistimewaan pada kuartal II, yaknj momentum bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang menggenjot konsumsi rumah tangga. Lalu ada "windfall" harga komoditas yang menopang pertumbuhan ekspor.

"Itu semua belum tentu ada di kuartal III," ujarnya. Pada kuartal III ancaman semakin jelas dimulai krisis AS, pelemahan ekonomi China, konflik Ukraina-Rusia yang eskalatif, dan ketegangan di Laut China Selatan.

"Di tengah ketidakpastian tersebut, yang pasti agar kuartal III pertumbuhan ekonomi terjaga dengan menekan laju inflasi. Dengan menekan inflasi, maka daya beli masyarakat bisa dipertahankan. Kalau daya beli bertahan, maka kita masih bisa mengandalkan konsumsi rumah tangga pada kuartal III," jelasnya.

Dia meminta APBN harus dijaga untuk memastikan subsidi kepada masyarakat, terutama untuk BBM dan energi tidak terganggu. Apalagi di tengah kebijakan BI yang belum menaikkan suku bunga acuan, meski The Fed sudah menaikkan beberapa kali.

photo
Pertumbuhan ekonomi Kuartal III 2021. - (Tim infografis Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement